Seoul (ANTARA News) - Lebih dari 700 orang warga Korea Selatan (Korsel) terhambat untuk pergi ke sebuah kompleks industri gabungan di Korea Utara (Korut), Senin setelah Pyongyang memutuskan jaringan komunikasi terakhirnya dengan Seoul, kata para pejabat.

Korut mengatakan, pihaknya memutuskan hubungan telepon militer dengan Korsel sebagai protes terhadap pelatihan militer gabungan AS dan Korsel yang dimulai Senin ini.

Pyongyang memerintahkan miiternya yang berkekuatan 1,1 juta personil siaga tempur penuh, dan mengatakan, pelatihan itu bertujuan untuk melancarkan serangan "perang Korea Kedua".

"Sebagai satu tindakan segera kami akan memberlakukan pengawasan militer yang lebih ketat dan memutuskan komunikasi militer Korut-Korsel selama pelatihan 9-20 Maret itu," kata seorang jurubicara militer Korut.

"Tidak perlu mempertahankan jaringan komunikasi normal pada saat boneka Korsel kalut dengan melakukan pelatihan perang, mengarahkan senjata ke penduduk tetangga bekerja sama degan pasukan asing."

Rakyat Korsel tidak dapat melintas perbatasan tanpa persetujuan Korut melalui jaringan telekomunikasi militer.

Kementerian Unifikasi Seoul mengatakan, 726 orang tidak dapat berkunjung ke kompleks Kaesong sebelah utara perbatasan itu.

"Pemerintah kami menyesalkan tindakan perbatasan itu," kata jurubicara kementerian itu Kim Ho Wyoun dan mendesak Korut menghormati perjanjian antara Korea dan menghentikan ketegangan yang meningkat itu.

"Pemerintah kami mendesak Korut untuk segera mencabut tindakan-tindakannya dan menjamin perjalanan dan komunikasi," kata Kim seperti dikutip AFP.

Kini ada 573 warga Korsel yang tinggal di Kaesong dan 242 orang dari mereka diperkirakan akan melintas perbatasan untuk pulang ke Korsel Senin petang. Kementerian itu mengatakan belum diketahui apakah mereka akan diizinkan pulang sesuai rencana.

"Masalah yang paling penting sekarang adalah keselamatan mereka. Pemerintah akan melakukan berbagai usaha bagi keselamatan mereka," kata jurubicara Kim.

Kawasan industri Kaesong dibuka tahun 2005 sebagai satu simbol rekonsiliasi, dengan Korut menyediakan tenaga kerja murah dan Seoul memasok investasi dan keahlian.

Pada akhir Februari sekitar 39.000 warga Korut bekerja di 98 perusahaan Korsel yang memproduksi barang-barang seperti arloji, pakaian,sepatu dan alat-alat dapur.

Pada Desember lalu, saat hubungan dengan pemerintah konservatif Korsel semakin tegang, Pyongyang membatasi tempat-tempat penyeberangan perbatasan dan mengusir ratusan manajer Korsel dari kawasan Industri itu. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009