Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Muchtar, mengatakan, ada dua "penyakit" yang terdapat dalam gerakan pemberantasan perilaku korupsi.

"Dua penyakit tersebut adalah kemampuan dan kemauan," kata Zainal di Jakarta, Rabu malam.

Menurut dia, bila "penyakit"-nya adalah kemampuan maka hal tersebut akan mudah diobati.

Ia memaparkan, contoh dari "penyakit" kemampuan adalah kurangnya tenaga sumber daya manusia (SDM) atau sumber dana untuk melakukan gerakan pemberantasan korupsi.

Zainal menuturkan, obat dari hal itu antara lain dengan menambah jumlah orang atau besaran dana yang dibutuhkan untuk memberantas korupsi.

Namun, lanjutnya, bila "penyakit" pemberantasan korupsi terletak pada kemauan, maka akan lebih sulit untuk diobati.

Untuk itu, ujar Zainal, adalah penting sekali mencari orang-orang yang benar-benar memiliki kemauan untuk duduk di lembaga yang terkait erat dengan pemberantasan korupsi.

Sementara itu, Hakim Agung RI Takdir Rahmadi mengatakan, pemberantasan korupsi terkait dengan bagaimana suatu bangsa bisa membangun sistem yang bisa membatasi kekuasaan dengan baik dan benar.

Yang terpenting, ujar dia, pembatasan kekuasaan tersebut harus melalui proses demokratisasi baik oleh lembaga negara maupun rakyat yang berada di luar lingkar kekuasaan.

"Kita harus membangun sistem pengawasan dari masyarakat seperti dari pers dan LSM," katanya.

Menurut Takdir, banyak negara-negara yang mampu mencapai kemakmuran karena sistem demokrasi di negara tersebut telah mapan dan berjalan dengan baik.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009