Semarang (ANTARA News) - Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji (43) di sela-sela pemeriksaan tambahan yang dilakukan penyidik Polwiltabes Semarang, Kamis, meneteskan air mata.

Syekh Puji yang didampingi pengacaranya, Kairul Anwar, dengan berurai air mata kembali menyampaikan permohonan maaf kepada keluarganya.

"Saya memohon maaf kepada istri, anak, dan teman dekat saya, karena selama ini telah merepotkan mereka," katanya.

Selain itu, Syekh Puji juga meminta maaf kepada seluruh umat muslim, nonmuslim, Kapolda Jateng, dan Kapolwiltabes Semarang jika pernikahannya tidak lazim di mata masyarakat.

Setelah menyampaikan permohonan maaf, Syekh Puji mengucapkan terima kasih kepada institusi kepolisian, khususnya penyidik yang memperlakukan dirinya dengan baik selama pemeriksaan.

Kairul Anwar mengatakan, permintaan maaf yang disampaikan Syekh Puji merupakan ungkapan hati paling dalam setelah merenung dalam ruang tahanan.

"Bahkan inisiatif penyampaian maaf melalui media massa pun atas keinginan Syekh Puji sendiri," ujarnya.

Menurut informasi, Syekh Puji sejak Kamis (19/3) dini hari telah meninggalkan sel tahanan untuk menjalani proses pemeriksaan lanjutan.

Namun Syekh Puji membantah informasi itu. "Saya semalam berada di dalam ruang tahanan," katanya.

Pengusaha sukses asal Bedono Ambarawa ini mengaku selama menjalani proses pemeriksaan di ruang Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polwiltabes Semarang belum tidur.

"Saya sejak kecil terbiasa tidak tidur, jadi kalau saya tidak tidur bukan berarti memikirkan masalah ini," katanya.

Mengenai proses pemeriksaan yang berjalan lama, dia menjelaskan karena setiap berita acara pemeriksaan (BAP) harus dibaca dan dipahami satu per satu.

Kasat Reskrim Polwiltabes Semarang, AKBP Roy Hardi Siahaan mengatakan sampai sekarang Syekh Puji masih menjalani proses penyidikan. "Kita melanjutkan proses pemeriksaan yang dirasa masih kurang," katanya.

Terkait pemanggilan orang-orang dekat Syekh Puji dalam kasus ini, Kasat Reskrim mengaku belum ada rencana. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009