Antananarivo (ANTARA News) - Andry Rajoelina berjanji untuk mengakhiri kediktatoran dan suatu era baru pemerintahan yang bersih di Madagaskar Sabtu dalam pidato pelantikannya.

AFP melaporkan, tokoh berusia 34 tahun, yang dipecat dari jabatan Wali Kota Antananarivo setelah melancarkan suatu usaha pengambilan kekuasaan Tahun Baru di negara pulau di Samudera Hindia itu, dilantik sebagai presiden peralihan di hadapan 40.000 pendukungnya yang bersuka cita.

Tapi penggulingannya dengan dukungan tentara atas bekas Presiden Marc Ravalomanana dikecam oleh negara-negara donor dan kekuatan-kekuatan regional dari Barat sebagai suatu kudeta.

Mereka mengancam memberlakukan sanksi dan mempertanyakan legalitas status Rajoelina.

Ravalomanana telah memerintah negeri itu selama tujuh tahun.

"Hari ini kami proklamasikan berakhirnya kediktatoran, pemborosan dalam manajemen urusan negara, kebohongan, janji-janji kosong.., yang telah lama mendera kehidupan politik Madagaskar," kata Rajoelina yang usianya kurang enam tahun untuk menjadi seorang presiden berdasarkan konstitusi.

Dalam acara yang diadakan di stadion utama ibukota, Rajoelina bertekad untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu dua tahun dan sebuah konstitusi baru.

Tiga hari setelah dibenarkan oleh mahkamah konstitusi untuk memimpin negeri itu, Rajoelina mengambil sumpah di hadapan para pemimpin agama, kabinetnya dan hakim. Tak nampak seorang diplomat asing dalam acara itu.

Mantan DJ berwajah bayi itu, yang tantangan tiga bulannya untuk mengambil kekuasaan berbuah dengan pengunduran Ravalomanana pada Selasa, berusaha mengatasi sejumlah keprihatinan dunia atas pengambilan kekuasaannya.

"Kepada semua bangsa dan penguasa negara-negara dan mitra-mitra sahabat, kepada para pendonor...yang menyaksikan hari ini: dijamin bahwa Madagaskar merupakan sahabat bagi negara dan bangsa manapun di dunia," ujarnya.

"Anda harus tahu bahwa kami ingin perubahan dalam cara negeri ini diperintah dan bertekad melaksanakan aturan-aturan dan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih," tambahnya.

Aksi-aksi protes dipadamkan oleh polisi dan penjarahan merenggut 100 nyawa sejak awal tahun ini.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009