Utusan khusus AS untuk Afghanistan dan Pakistan, Richard Holbrooke, menekankan pentingnya pendekatan regional untuk masalah Afghanistan, termasuk Pakistan, dan upaya-upaya sipil dan militer yang ditingkatkan, kata seorang jurubicara NATO.
Ia juga menjelaskan pentingnya rencana-rencana untuk mendorong jumlah pasukan kepolisian Afghanistan.
"Saya menemukan keselarasan pandangan yang sangat mendorong antara sekutu NATO kami dan negara-negara lain penyumbang pasukan serta AS," kata Holbrooke kepada wartawan setelah pertemuan NATO.
"Mereka memberikan tekanan besar pada peningkatan kepolisian, jumlah polisi di Afghanistan," katanya.
Holbrooke mengatakan, peninjauan strategi itu akan diselesaikan "segera", dengan mempertimbangkan batas waktu praktis yang mencakup pertemuan internasional besar mengenai Afghanistan di Den Haag pekan depan.
Utusan AS itu mengatakan kepada BBC dalam sebuah wawancara, prioritasnya adalah menangani keadaan di kawasan suku di sepanjang perbatasan dengan Pakistan, yang menjadi tempat persembunyian gerilyawan.
"Itulah pesan utama yang kami ingin sampaikan. Anda tidak bisa memisahkan Afghanistan dan Pakistan," katanya.
Ia mengecam pemerintah terdahulu AS yang dipimpin George W. Bush karena mengabaikan Afghanistan dan menjanjikan "pasukan tambahan, sumber daya lebih banyak dan perhatian tingkat tinggi yang lebih besar".
Presiden AS Barack Obama telah mengakui bahwa AS dan sekutunya tidak menang dalam perang di Afghanistan, dimana kekerasan gerilya mencapai tingkat terburuk sejak invasi pimpinan AS pada 2001.
Diantara gagasan-gagasan baru AS untuk Afghanistan adalah peningkatan upaya untuk memerangi terorisme dan pelatihan pasukan Afghanistan, peningkatan upaya untuk melawan pemberontakan di wilayah selatan dan timur negara itu dan upaya-upaya lebih besar untuk melindungi warga sipil.
Ratusan aparat sipil dari pemerintah AS akan dikirim ke Afghanistan sebagai bagian dari strategi baru dalam sebuah "hentakan sipil".
Pemerintah baru AS juga berencana mengirim 17.000 prajurit tambahan tahun ini untuk menstabilkan Afghanistan, yang dikhawatirkan sejumlah politikus dan analis Barat akan tergelincir ke dalam anarki.
Sekitar 70.000 prajurit asing di bawah komando NATO dan AS berada di Afghanistan sejak akhir 2001 untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda sekutu mereka.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi sejak invasi pimpinan AS pada akhir 2001. Sekitar 5.000 orang, termasuk lebih dari 2.000 warga sipil, tewas dalam pertempuran tahun lalu saja, menurut PBB.
Semakin banyaknya prajurit asing yang tewas membuat sejumlah negara Barat enggan mengirim pasukan mereka ke daerah-daerah dimana kelompok dukungan Al-Qaeda itu beroperasi paling aktif.
Jumlah prajurit internasional yang tewas di Afghanistan tahun ini mencapai lebih dari 70, sebagian besar akibat serangan-serangan gerilya, menurut situs berita icasualties.org yang mencatat korban-korban di Afghanistan dan Irak.
Lebih dari 295 prajurit internasional tewas di Afghanistan tahun lalu dan tahun sebelumnya 230.(*)
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009