Jakarta (ANTARA News) - Transaksi ekspor, impor, maupun investasi antara Indonesia dengan China tidak lagi harus menggunakan dolar AS, menyusul ditandanganinya fasilitas bilateral currency swap arrangement (BCSA) oleh bank sentral kedua negara.

"Ketentuannya sedang di garap, saya tidak bisa memberikan detailnya, namun pada intinya ini adalah fasilitas yang kita sediakan, pemanfaatannya tergantung pada pihak-pihak yang melakukan transaksi," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono di Jakarta, Selasa.

Bank sentral China, People`s Bank of China (PBC) dan BI, Senin kemarin (23) menandatangani fasilitas BCSA senilai Rp175 triliun atau setara 100 miliar dalam mata uang China, renmimbi.

Fasilitas tersebut, menurut Boediono, memiliki underlying transaction (dasar transaksi) berupa ekspor, impor, dan investasi antar kedua negaran karena keduanya ingin meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi.

Dengan fasilitas tersebut, antar pengusaha kedua negara bisa langsung menggunakan mata uang masing-masing sebagai alat pembayaran transaksi dan tidak harus menggunakan dolar AS.

Selama ini para pengusaha kedua negara terbiasa bertransaksi dengan denominasi dolar AS sehingga pembayarannya pun menggunakan dolar AS.

Penggunaan dolar AS dalam jumlah besar oleh pengusaha kedua negera, menyebabkan permintaan dolar AS naik sehingga menimbulkan kerawanan ekonomi ketika likuiditas dolar ketat.

Boediono mengatakan, BCSA dapat mengurangi tekanan permintaan terhadap dolar AS.

Berdasarkan data, pada 2008 ekspor Indonesia ke China mencapai 11,5 miliar dolar AS dengan ekpor non migas mencapai 7,7 miliar dolar AS. Impor Indonesia dari China mencapai 15,2 miliar dolar AS dengan impor non migas 14,99 miliar dolar AS.

"Bertahap kita harapkan untuk perdagangan non migas dapat menggunakan fasilitas ini, karena untuk migas biasanya masih menggunakan dolar AS," katanya.

Kerjasama penyediaan fasilitas BCSA oleh China itu bukan yang pertama karena negara itu sudah menjalani kerjasama serupa dengan beberapa negera lainnya.

Nilai fasilitas BCSA China dengan Malaysia mencapai 80 miliar renmimbi atau setara 40 miliar ringgit Malaysia, dengan Korea 180 miliar renmimbi atau setara 138 triliun won Korea, dengan Hongkong 200 miliar renmimbi.
(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009