Mataram (ANTARA News) - Puluhan warga Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB,) terpaksa dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit karena keracunan makanan pascapawai ogoh-ogoh (boneka raksasa dengan wajah menyeramkan) di Jalan Pejanggik, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Rabu petang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr I Gede Ketu Lania, yang melakukan pemantauan di Puskesmas Tanjung Karang, mengatakan, jumlah warga yang keracunan makanan itu sebanyak 41 orang.

Sebanyak 25 orang dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mataram, sembilan orang di Puskesmas Tanjung Karang, sisanya dibawa ke RS Bhayangkara Polda NTB.

"Saya sudah terjunkan tim pendataan dan terdata sebanyak 41 orang yang keracunan makanan karena mengkonsumsi nasi bungkus saat pelaksanaan pawai Ogoh-ogoh," ujarnya.

Lania pun memastikan hanya 41 orang dari ribuan orang yang mengikuti pawai ogoh-ogoh itu yang keracunan makanan karena mengkonsumsi nasi bungkus yang disediakan.

Nasi bungkus itu bersumber dari peserta pawai ogoh-ogoh di Batu Dawa, Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, yang diduga cukup lama dibungkus sehingga terkontaminasi bakteri intoxikasi.

Sementara dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Mataram, dr Susi Wirayati, mengatakan, pihaknya langsung menempuh penanganan darurat ketika pasien keracunan makanan itu di rumah sakit itu.

"Kami infus pasiennya, beri injeksi untuk mengurangi kadar asam lambung dan beberapa menit kemudian terlihat perubahan, pasiennya cenderung merasa lega," ujarnya.

Menurut Susi, puluhan pasien keracunan makanan itu masih harus menjalani perawatan observasi dalam 2 x 24 jam untuk memastikan dampak intoxikasi makanan itu.

"Karena mereka pusing dan mual-mual, maka diduga akibat intoxikasi makanan, tetapi harus tetap diobservasi selama 2 x 24 jam, kalau mengalami kemajuan dapat dipulangkan ke rumah masing-masing," ujarnya.

Salah seorang pasien keracunana makanan yang ditemui di ruang IGD RSUD Mataram, Syaiful Hak (15), mengaku sempat pusing dan mual-mual sehingga dilarikan ke rumah sakit.

Pelajar SLTP yang berdomisili di Clinaya Indah, Kecamatan Cakranegara itu ikut bersama teman-temannya yang beragama Hindu untuk mengikui pawai ogoh-ogoh dan sempat diberi nasi bungkus untuk dimakan sebelum pawai berlangsung.

"Saya makan nasi itu sekitar pukul 13.30 Wita, rasa pusing dan mual-mual baru terasa sekitar jam 4 sore (16.00 Wita). Nasi itu ada telurnya, tahu, ikan dan sayur," ujar Syaiful yang didampingi ayahnya, Mulyadi.

Pawai ogoh-ogoh itu merupakan ritual keagamaan umat Hindu yang digelar sehari sebelum perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1931 tanggal 26 Maret 2009.

Peserta pawai ogoh-ogoh dari berbagai kalangan termasuk anak-anak sekolah itu berkelompok untuk mengusung dan mengarak ogoh-ogoh yang diwarnai dengan aksi-aksi berputar sebagai bagian dari upaya menyemarakkan tradisi pawai ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh dibuat dengan beragam bentuk menyeramkan kira-kira setinggi dua hingga tiga meter dengan menghabiskan dana sekitar Rp1,5 - Rp2 juta/unit dengan waktu pembuatan kurang lebih dua minggu.

Tradisi ritual pawai ogoh-ogoh bermakna mengusir roh-roh jahat agar tidak mengganggu kehidupan manusia, sekaligus menyeimbangkan bhuwana alit dan bhuwana agung (alam mikrokosmos dan makrokosmos). (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009