Jakarta (ANTARA News) - Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mendukung usulan Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal, untuk menetapkan pajak lebih tinggi terhadap pesawat tua dibanding pesawat berusia lebih muda.

"Kami dukung rencana itu karena pada akhirnya, masyarakat dan maskapai juga diuntungkan," kata Ketua INACA, Emirsyah Satar yang juga CEO PT Garuda Indonesia, menjawab pers sebelum memberikan penjelasan Garuda Dukung Kampanye Global "Earth Hour 2009" di Jakarta, Jumat.

Penegasan tersebut disampaikan terkait dengan pernyataan Menteri Perhubungan (Menhub), Jusman Syafii Djamal, sebelumnya yang sedang mempertimbangkan untuk mengusulkan agar pajak pesawat tua lebih tinggi dibanding yang lebih muda.

"Idealnya seperti itu. Jadi, ini secara tidak langsung mendorong maskapai agar sadar bahwa pesawat tua tidak efisien," kata Jusman.

Menurut Emirsyah, sebenarnya untuk operasional pesawat, tidak ada istilah tua karena yang terpenting pesawat itu laik terbang dan mendapatkan perawatan yang maksimal sesuai ketentuan yang berlaku.

"Bahwa pesawat tua, lebih boros konsumsi `fuel`-nya itu tak bisa dibantah dibanding yang lebih muda. Ini barangkali yang menjadi alasan mengapa pesawat tua tidak efisien," katanya.

Oleh karena itu, tegasnya, wajar jika regulator tidak masuk ke wilayah pelarangan pesawat tipe tertentu dan berdasarkan pertimbangan usia. "Karena itu memakai pajak, saya kira itu salah satu `tool` (alat) untuk membatasi," katanya.

Namun, tegasnya, apa pun yang pada akhirnya bertujuan menjadikan pelayanan dan keselamatan penerbangan lebih baik di Indonesia, posisi INACA sangat jelas. "INACA dukung penuh kebijakan itu," katanya.

Pernyataan Menhub itu sendiri dipicu oleh maraknya pesawat tua milik berbagai maskapai yang mengalami insiden, insiden serius hingga kecelakaan di awal 2009.

Insiden terakhir dialami pesawat milik Batavia Air jenis Boeing 737-200 dimana salah satu mesinnya bocor sehingga batal melakukan penerbangan di Bandara Soekarno Hatta, Rabu (25/3).

Hari Senin (23/3), pesawat jenis yang sama milik Sriwijaya Air terpaksa meneruskan perjalanan dan mendarat di bandara alternatif Hang Nadim Batam dengan hanya satu mesin karena mesin yang lain mengalami kerusakan.

Namun, Menhub tidak merinci kapan kebijakan pajak progresif atas pesawat tersebut akan dilakukan.
(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009