Jakarta (ANTARA News) - BNI pada tahun 2009 akan meningkatkan rasio penyisihan pencadangan terhadap kredit bermasalah menjadi 110 hingga 120 persen untuk mengantisipasi memburuknya dampak krisis keuangan dunia. "Untuk PPAP (penyisihan pengpapusan aktiva produktif) pada 2009 kita tingkatkan dari 101 persen pada 2008 menjadi 110 hingga 120 persen," kata Dirut BNI Gatot M Soewondo di Jakarta, Senin. Menurut Gatot, dirinya belum bisa menentukan angka pasti untuk pencadangan ini karena untuk tahun 2009 ini akan banyak ketidakpastian terjadi di dunia termasuk Indonesia. "Dengan kondisi ekonomi dunia seperti ini sulit untuk mentargetkan angka pasti, apalagi Indonesia saat ini memasuki tahun Pemilu. Mungkin setelah Juli (pilpres) kita bisa mulai memastikannya," katanya. Dengan pencadangan sebesar itu, Gatot memperkirakan angka kredit bermasalah atau NPL bisa ditekan menjadi enam persen atau meningkat dibanding NPL tahun lalu sebesar 5 persen (gross). "Kita tidak boleh terlalu percaya diri, target kita NPL di bawah 6 persen," katanya. Menurut Gatot, dari jumlah NPL pada tahun 2008 kebanyakan berasal dari perusahaan yang berorientasi ekspor seperti perusahaan kayu lapis dan tekstil. Untuk itu, pada tahun 2009 BNI akan memfokuskan pemberian kredit perusahaan kepada corporasi yang sudah maju dan terpercaya usahanya. BNI lanjutnya terus memantau para debitur-debitur besar yang berorientasi ekspor dan sejak kwartal tiga 2008 telah meminta rencana bisnis strategis debitur tersebut selama 2009 - 2010. "Ini untuk mengatasi pelambatan pertumbuhan ekonomi global," katanya. BNI juga akan meningkatkan modal sebesar 10 persen dari posisi saat ini sebesar Rp98 triliun dengan jalan mengurangi deviden menjadi di bawah 50 persen.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009