Jakarta (ANTARA News) - Penemuan konsep aplikasi teknologi tinggi yang sangat bernilai dari David Hartono diduga menjadi pendorong pengakhiran secara paksa hidup mahasiswa brilian asal Indonesia yang berkuliah di Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu, demikian Iwan Piliang, Ketua Tim Verifikasi kematian David Hartono, kepada Antara Online, Kamis malam.

"Riset yang dilakukan David bernilai ekonomi tinggi," kata Iwan seraya menyebut dampak keilmuwan dan bisnis yang luas dari riset David bertemali dengan kematian juara dua Olimpiade Science tingkat nasional dan salah satu wakil Indonesia di satu Olimpiade Matematika tingkat internasional itu.

Iwan menengarai pihak-pihak tertentu di Singapura telah menyimpulkan riset dan inovasi yang dirintis David berdampak luas, sangat sensitif dan mengusik keamanan bisnis sehingga mendorong tindakan-tindakan sangat berlebihan yang membuat David meninggal.

Iwan, yang dalam satu tulisannya di laman Kompas mengutipkan pengakuan seorang saksi bahwa David sempat berteriak hendak dibunuh sekelompok orang, mengatakan dia telah menjalin banyak kontak di Singapura untuk menguatkan klaim bahwa David sengaja diakhiri hayatnya.

"They want to kill me (mereka mau membunuh saya)," kata Iwan mengutip David yang meneriakkan kalimat itu sambil berlari seperti dikejar seseorang. Iwan mengutipkan kalimat ini dari seorang saksi di Singapura yang mengutarakan kesaksian itu kepadanya.

Mahasiswa fakultas Teknik Kelistrikan dan Elektro (EER) NTU itu sedang mengambil skripsi dengan meneliti pemanfaatan aplikasi OpenCV dari Intel yang adalah software tak berbayar (open source) yang fokusnya terutama untuk pemrosesan gambar secara real-time.

Aplikasi ini dihubungkannya untuk mengoptimalisasi kamera CCTV yang umum digunakan di gedung-gedung dan objek-objek publik, bagi pengintaian berobjek tiga dimensi (3D).

Kecewa

Sementara itu, keluarga kecewa pada pihak berwajib Singapura yang tidak menepati janjinya menyampaikan hasil otopsi mengenai penyebab kematian anggota keluarganya.

"Kami heran negeri semaju Singapura sampai bisa menghabiskan waktu sebulan untuk melakukan otopsi," kata William Hartono Widjaja, kakak kandung almarhum, kepada Antara Online Kamis malam.

William mengisahkan, sebulan lalu, keluarganya dijanjikan seorang penyidik (senior investigative) Singapura bernama Soh Chee Ing bahwa hasil otopsi akan diperoleh sebulan lagi (awal April 2009).

Namun, sampai lewat Kamis (2/4), hasil otopsi tidak didapatkan keluarga, padahal keluarga telah mematuhi segala prosedur yang diinstruksikan Singapura meskipun keluarga merasa arahan Singapura itu ganjil dan mengada-ada.

Senin pekan lalu, ayah korban, Hartono Widjaja mengungkapkan kekecewaanya atas sikap Singapura dan reaksi pihak berwenang di Indonesia, apalagi dia menemukan banyak kejanggalan baik berdasarkan kesaksian mereka saat melihat tubuh korban maupun keterangan polisi Singapura dan NTU mengenai penyebab kematian David.

Hartono menyatakan, jika anaknya bunuh diri, maka tak ada satu pun alasan yang bisa membenarkan hal itu.

"Anak saya dibunuh," kata Hartono, dalam satu perbincangan khusus dengan Antara Online, Senin pekan lalu.

Sejak kecil hingga terakhir hidupnya David tak pernah mengalami depresi sehingga merasa harus tertekan, apalagi melukai diri sendiri dan melakukan bunuh diri, papar Hartono.

"Singapura mengatakan David stres karena beasiswanya diputus sehingga mendorongnya bunuh diri. Ini mengada-ada, kuliah David hanya satu semester lagi, kami (keluarga) juga sangat mampu untuk menyelesaikan kuliahnya sampai akhir," kata Hartono.

David, demikian Hartono, juga bukan anak dengan perangai agresif sehingga tega melukai orang lain, apalagi mengakhiri hidup seseorang seperti dituduhkan Singapura.

"Teman-temannya banyak karena dia tipikal anak yang disukai semua orang, yaitu periang dan supel bergaul. Sepanjang hidupnya tak sekali pun saya mendengar dan melihatnya berbuat kasar," kata Hartono. (*)

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2009