Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus baru korupsi di Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Korupsi tersebut berkedok permohonan fasilitas kredit pada tahun 2006 dan merugikan keuangan negara sebesar Rp169 miliar.

Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah, di Jakarta, Selasa, mengatakan penyelidikan tim Satuan Khusus (Satsus) Pidsus Kejagung menemukan penyimpangan permohonan fasilitas kredit pada BRI tahun 2006.

"Dengan modus mengumpulkan beberapa orang dari Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Bogor, yang diperkirakan sebanyak 340 orang. Seolah-olah mereka sebagai pemohon untuk pembelian rumah toko (ruko) di Pasar Bantar Gebang, Plaza Nagari Pakubuwono dan Town House di Cilandak," katanya.

Dari hasil pemeriksaan, kata dia, ternyata orang yang namanya tercantum di dalam permohonan kredit tersebut, tidak tahu menahu tentang permintaan fasilitas kredit dimaksud dengan penjamin (avalis) PT NJS dan PT JAB.

Ia menjelaskan semula mereka diajak rekreasi dengan menggunakan bus, tetapi di dalam perjalanan dibelokkan ke kantor BRI, untuk menandatangani dokumen kredit BRI.

"Setelah menandatangani, mereka diberi uang antara Rp50 ribu sampai Rp150 ribu/orang, dan dari permintaan PT NJS dan PT JAB itu, BRI kebobolan Rp226 miliar," katanya.

Dikatakan, kasus tersebut telah ditingkatkan ke penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Dirdik Pidsus Nomor: Print-22/F.2/Fd.1/04/2009 tanggal 1 April 2009.

Dalam proses penyidikan, telah diperiksa empat orang saksi dan telah dilakukan penggeledahan atas izin Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan oleh Tim Dik Satsus Perbankan yang dipimpin Elvis Jhonu.

"Dari hasil penggeledahan, dari beberapa dokumen didapat petunjuk adanya aliran dana ke beberapa pejabat BRI, saat ini, kredit tersebut dalam keadaan macet," katanya.

Ia menyatakan pemberian kredit tersebut, selain nasabah yang direkayasa dalam pencairannya juga tidak dilakukan verifikasi.

"Tim Dik Satsus Perbankan dalam waktu dekat, akan menetapkan tersangka dan terhadap kasus ini telah dimintakan audit BPKP," katanya. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009