Jakarta (ANTARA News) - Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menolak tuduhan bahwa calegnya, Narizi, melakukan rekayasa dalam kasus pencemaran nama baik putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro atau Ibas, terkait politik uang di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Direktur Bantuan Hukum Nasional Bappilu Partai Gerindra, Moh Mahendradatta di Jakarta, Rabu, menjelaskan Naziri merupakan Wakil Ketua DPC Gerindra Kabupaten Ponorogo, Jatim.

Menurut dia, hal itu bermula dari dugaan yang berkembang telah terjadi praktik politik uang oleh caleg bernama Edhie Baskoro dan membuat keresahan masyarakat, sejumlah LSM melakukan investigasi.

Mereka lalu mengajak Naziri untuk investigasi bersama. Setelah menemukan dua saksi dugaan politik uang, mereka melaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan setempat.

"Kami menolak sangkaan yang menyebut Naziri merekayasa perkara ini," katanya.

Mahendradatta mengatakan, Gerindra menilai banyak kejanggalan dalam kasus pencemaran nama baik putra Presiden Yudhoyono, Edhie Baskoro atau Ibas.

Kejanggalan itu, katanya, di antaranya adanya dua petinggi polri berpangkat inspektur jenderal (irjen) turun langsung menangani kasus penghinaan dan pencemaran nama baik ini yang disangkakan terhadap kader Gerindra Naziri.

"Dua jenderal bintang dua itu adalah Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Mabes Polri Irjen Pol Hadiatmoko dan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Anton Bachrul Alam," katanya.

Kejanggalan lain, laporan kasus tersebut ternyata masuk ke Polda Metro Jaya pada 6 April 2009 dan pada 7 April pagi hari, Naziri yang juga tercatat sebagai caleg Gerindra ini dijemput dari rumahnya dan langsung digelandang ke Mapolda Jatim.

"Baru dua kali saya tangani kasus yang sampai jenderal bintang dua, minimal kombes, turun tangan langsung. Kasus pertama saat mendampingi terdakwa pembunuh 200 orang, dan yang kedua kasus Naziri ini," ujarnya.

Naziri dikawal menuju Polda Jatim dan di sana sudah ditunggu dua jenderal bintang dua, yakni Wakabareskrim dan Kapolda Jatim serta sejumlah perwira berpangkat kombes. "Pemeriksanya pun setingkat kombes," ujarnya.

Selanjutnya, lanjut Mahendradatta, di saat proses pemeriksaan belum selesai, penyidik sudah menyatakan bahwa Naziri bakal ditahan dan surat penahanan akan menyusul esok pagi harinya.

Penahanan ini juga janggal karena tersangka kasus penghinaan mestinya tidak bisa ditahan. "Ketika saya tanya mengapa ditahan, ternyata penyidik menggunakan 55 KUHP jo pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik," tutur Mahendradatta.

Naziri dikenakan pasal 27 yang ancaman pidananya enam tahun. "Jangankan memencet keyboard komputer, mencet tombol ponsel saja dia gagap," papar Mahendra.

Ia menilai, pengenaan pasal tersebut juga janggal sebab, pasal yang disangkakan adalah pasal 55 KUHP yang menunjukkan Naziri hanya sebagai pelaku kedua.

Kalau ada pelaku kedua, kata maka harus ada pelaku atau tersangka utamanya. Maka, lanjut Mahendra, dicarilah pimpinan media internet untuk dijadikan tersangka, yakni okezone.com, jakartaglobe.com, dan Harian Bangsa di Ponorogo, yang langsung diralat Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri.

Mahendra menjelaskan, setelah penetapan pimpinan media sebagai tersangka itu dicabut, Naziri lantas dikenakan pasal 310 dan 311 KUHP, yang juga terkait masalah pencemaran nama baik dan kehormatan seseorang.

"Dengan pasal ini pun mestinya tidak bisa ditahan," ungkapnya.

Ia menyatakan, kalau perkara ini dilanjutkan maka di masa mendatang tidak akan ada yang berani membuat laporan dugaan pelanggaran pemilu. "Karena takut esok harinya bisa dijemput dari rumahnya," katanya.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009