Surabaya (ANTARA News) - Sekitar 283 buruh migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di sejumlah penampungan milik Perusahaan Jasa Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, kehilangan hak suaranya.

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Nasional (Komnas HAM), Syafruddin Ngulma Simeulue yang dihubungi ANTARA dari Surabaya, Kamis, di sela-sela melakukan pemantauan kegiatan pemilu di kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia tersebut.

"Para buruh migran itu sudah cukup lama berada di penampungan dan selama ini tidak pernah didata oleh petugas KPU (Komisi Pemilihan Umum) setempat, sehingga namanya tidak tercantum dalam DPT (daftar pemilih tetap)," katanya.

Selain di Nunukan, ratusan buruh migran di Sabah, Malaysia yang tidak masuk dalam DPT, juga mendatangi Perwakilan Konsulat RI di Tawau untuk menanyakan haknya.

"Petugas Konsulat RI di Tawau hanya bisa mendata identitas pada buruh migran untuk keperluan pemilu presiden pada Juli mendatang. Mereka (buruh migran) sebenarnya ngotot ingin ikut pemilu, tapi tetap tidak diizinkan," kata Syafruddin.

Mantan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ini mengaku, sudah melakukan koordinasi dengan KPU dan Panitia Pengawas Pemilu di Kabupaten Nunukan untuk pendataan para buruh migran tersebut.

Syafruddin juga mengungkapkan, tingkat partisipasi buruh migran di Sabah untuk menggunakan hak suaranya sangat rendah.

Dari belasan TPS yang disiapkan Konjen RI di Sabah-Serawak dan Konsulat RI di Tawau, hingga pukul 12.00 waktu setempat, baru satu TPS yang didatangi 17 pemilih dan TPS lainnya dikunjungi kurang dari 10 orang.

Lokasi tempat tinggal dan kerja yang cukup jauh, membuat para buruh migran enggan datang ke TPS. Apalagi, Pemerintah Malaysia tidak mengizinkan pembangunan TPS di wilayahnya.

"Petugas TPS di Konsulat RI berinisiatif mendatangi para buruh migran yang bekerja di perkebunan-perkebunan, tapi mungkin hasilnya juga tidak akan maksimal," kata Syafruddin menambahkan.

Terkait temuan-temuan tersebut, Komnas HAM akan mendesak pemerintah untuk secepatnya melakukan pendataan buruh migran secara lebih terorganisir, agar mereka tidak kehilangan hak suaranya pada pemilu presiden, Juli mendatang.

"Menggunakan hak suara adalah hak asasi manusia dan pemerintah atau negara tidak boleh mengabaikan hal itu," katanya menegaskan.

Selain di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kaltim dan Kalbar (Entikong), Komnas HAM juga menyebar anggotanya melakukan pemantauan pemilu ke sejumlah daerah konflik, seperti Aceh, Poso, Ambon, dan Atambua.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009