Makassar (ANTARA News) - Realisasi Gerakan Nasional (Gernas) Revitalisasi Kakao di Sulawesi Selatan (Sulsel) masih terkendala ketersediaan pupuk karena dua produsen pupuk di Sulsel dilaporkan tidak memproduksi pupuk NPK dalam bentuk tablet dan briket.

Kepala Dinas Perkebunan Sulsel, Burhanuddin Mustafa di Makassar, Rabu, mengungkapkan, kedua produsen pupuk di Sulsel hingga saat ini hanya memproduksi pupuk NPK dalam bentuk "granul"

Padahal, kata dia, untuk mengefisienkan penggunaan pupuk pemerintah pusat telah memutuskan untuk mempergunakan pupuk dalam bentuk tablet dan briket.

"Pupuk NPK dalam bentuk granul tidak mampu terserap baik pada tanaman kakao. Pada musim hujan, pupuk dalam bentuk granul ini mudah terbawa air," kata dia.

Di samping itu, lanjut dia, selama masa revitalisasi kebutuhan pupuk dalam bentuk granul jauh lebih banyak dibanding pupuk dalam bentuk tablet maupun briket, menyusul tingginya kebutuhan pupuk per hektarnya.

Menurut dia, pihaknya telah meminta kepada 10 pemerintah kabupaten/kota yang masuk dalam program Gernas Revitalisasi Kakao untuk menyelesaikan analisis tanah dan analisis jaringan tanaman.

"Analisis itu nantinya akan dipergunakan untuk menentukan seberapa besar kebutuhan pupuk pada setiap daerah," ujarnya.

Dia mengharapkan, analisis tanah dan jaringan tanaman tersebut sudah dapat diselesaikan paling lambat Agustus 2009. Diperkirakan peremajaan tanaman kakao, setiap hektarnya membutuhkan pupuk 100 kilogram.

Sementara itu, untuk intensifikasi dan rehabilitasi tanaman kakao dibutuhkan pupuk 250 kilogram per hektare. Namun, kebutuhan itu masih belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat petani kakao di sejumlah sentra pengembangan kakao.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel menyebutkan, nilai ekspor kakao Sulsel hanya 4,9 juta dolar AS pada Januari 2009, turun jika dibandingkan pada Desember 2008 yang mencapai 38,9 juta dolar AS.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Bambang Suprijanto di Makassar, beberapa waktu yang lalu mengatakan, anjloknya nilai ekspor tersebut karena produksi petani kakao Sulsel turun saat memasuki musim tanam ulang pasca panen.

Ia menambahkan, selain masalah tersebut, penurunan produksi juga disebabkan rendahnya nilai jual kakao di pasaran internasional yang terpaut jauh di bawah biaya produksi petani.

"Pupuk langka juga menjadi masalah bagi petani di Sulsel," katanya.

Dijelaskannya, pada Januari 2009, tujuh negara tujuan ekspor kakao Sulsel adalah Amerika serikat, Malaysia, Singapura, Jerman, Prancis, Ukraina, dan Rusia.

Nilai ekspor pada ketujuh negara tersebut hanya mencapai 4,9 juta dolar AS, menyumbangkan kontribusi sebesar 21,57 persen dari total nilai ekspor 10 kelompok komoditi Sulsel.

Secara umum, jelas Bambang, nilai ekspor Sulsel pada Januari 2009 turun 102,2 juta dolar AS atau sekitar 81,73 persen bila dibanding nilai ekspor Desember 2008.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009