Semarang (ANTARA News) - Liga Arab sebagai organisasi regional negara-negara di kawasan Timur Tengah diragukan fungsi dan peranannya karena kurang aktif dalam upaya penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina. Pengamat Umum Hukum Internasional Dr Fx Joko Priyono, SH, MHum, di Semarang, Rabu, menyayangkan peran dan solidaritas negara-negara Arab yang kurang tegas dalam mengambil sikap untuk menghentikan kebiadaban Israel. "Usaha-usaha yang telah mereka (Negara-negara Arab, red) itu masih mengambang, dan tidak produktif," katanya saat ditemui di kampus Undip Pleburan Semarang. Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini, konflik Israel - Palestina bukanlah konflik atas dasar suku, agama, maupun ras melainkan sebuah aksi pencaplokan atau intervensi yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina sehingga diperlukan tindakan tegas dari semua pihak, khususnya negara-negara di kawasan Timur Tengah untuk menghentikan agresi militer terbuka Israel. "Liga Arab seharusnya bersikap tegas dalam menyikapi masalah ini karena Hamas merupakan bagian dari Palestina di obok-obok oleh Israel. Secara psikologi memang tidak mudah untuk menghentikan Israel karena negara-negara Arab sudah terpolarisasi oleh kekuatan Amerika Serikat, dan kita tahu Amerika berada di belakang Israel," katanya menambahkan. Ia menjelaskan, untuk meredam hegemoni Amerika Serikat yang secara ekonomi, politik maupun teknologi menguasai di Timur Tengah, negara-negara Arab harus bersatu, menghilangkan rasa ketergantungan mereka terhadap Amerika Serikat dan melakukan upaya perdamaian dengan pendekatan sosial kemanusiaan. "Bagaimanapun penduduk sipil harus dilindungi, dan jangan biarkan ada korban lagi akibat aksi uncivilized nation Israel," terangnya. Menurut dia, upaya-upaya yang harus dilakukan sekarang yaitu melalui jalan perundingan ataupun mediasi di mana diharapkan negara-negara Arab dapat berperan aktif untuk menyelesaikan konflik peradaban antara Israel dan Palestina ini. Ia menuturkan, tidak ada cara lain yang lebih efektif selain upaya diplomasi karena hukum internasional bersifat sangat lemah dan tidak mampu memaksakan suatu negara. Ia juga menyesalkan peran PBB sebagai wadah pemersatu antar bangsa yang cenderung pasif dan kurang sigap dalam penyelesaian konflik ini. "Ini mengherankan. Kenapa untuk kasus Palestina PBB terkesan lamban. Sementara pada kasus Irak, Yugoslavia, dan yang lainnya PBB dapat menyelesaikan dengan cepat. Harusnya PBB aktif dalam menangani kasus ini, supaya tidak terjadi lagi korban dari warga sipil, khususnya anak-anak, kaum perempuan dan orang tua," demikian Joko Priyono.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009