Manado (ANTARA News) - BPPT bersama dengan "National Oceonic and Atmospheric Administration" (NOAA) akan memasang buoy di Samudera Hindia untuk kepentingan penelitian terkait eksplorasi dan observasi laut serta dampak pemanasan global.

Kepala Pusat Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ridwan Djamalludin, mengatakan hal itu usai penandatanganan dua Kerjasama Eksplorasi Laut dan Observasi Iklim Indonesia-Amerika Serikat (AS) di Manado, Selasa,

"Ini bagian dari kerjasama yang disepakati Indonesia-Amerika yang baru ditandatangani," katanya.

Ridwan mengatakan untuk komunitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) ini yang paling penting untuk kemajuan iptek Indonesia memang masih perlu ditingkatkan.

Kedua, ia mengatakan, dari segi pemanfaatan kawasan Samudera Hindia yang selama ini masih banyak yang belum di pantau melalui kerjasama ini AS mau memasang instrumen bekerjasama dengan BPPT.

"Di sana akan ada komponen alih teknologinya, dia kirim alatnya, dia gunakan kapal kita, melatih ahli-ahli kita untuk terlibat dalam pengolahan data, dalam pengambilan data, dan lain-lain," ujar dia.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan bahwa banyak ahli yang terlibat karena kerjasama akan dilaksanakan dalam lima tahun. Dalam kapal penelitian Indonesia sendiri akan banyak yang terlibat, akan ada paket pelatihan dan paket pendidikan.

Pihak AS, ujar dia, akan memasang alat bernama buoy untuk memantau laut serta interaksi laut dengan atmosfer dengan menggunakan Kapal Baruna Jaya.

"Data akan diterima di BPPT, diolah sama, dan diinformasikan," katanya.

Bagi Indonesia sendiri, menurut dia, kerjasama ini bermanfaat untuk data kelautan dan data cuaca, karena diketahui akhir-akhir ini sangat ekstrim. Selanjutnya Indonesia akan belajar untuk membua sendiri.

Ridwan juga mengatakan bahwa kerjasama tersebut masih terkait dalam payung besarnya kerjasama Indonesia dengan NOAA tahun 2007 lalu.

"Itu payung besarnya kalau ini bawahnya, ini `implementation arrangement`. MoU nya dulu dalam mitigasi bencana sebernarnya," ungkap Ridwan.

Dalam hal ini, ujar dia, termasuk juga masalah cuaca yang ekstrim, kondisi interaksi laut dan atmosfer. Secara tidak langsung ini memberikan data terkait dampak pemanasan global terhadap laut.

Contohnya isu kenaikan muka air laut, karena selama ini Indonesia belum punya cukup data untuk itu karena selama ini baru data empiris, data penelitian tempat lain dan dibawa ke Indonesia.

"BUI akan ditaruh di laut lepas. Data ini diperuntukan bagi dunia," ujar dia.

Bagi AS sendiri, akan membantu mereka dalam operasional, katanya. Apabila BUI di Samudera Hindia rusak tentu akan lama dan mahal sekali mengirim orang untuk memperbaikinya.

"Data akan selalu ada di dua tempat, kita terima dia terima, itu hasil dari data yang diolah bersama-sama," tambah Ridwan.

Dana pelatihan dan pengolahan data atas biaya mereka, ujar dia. Tidak ada transfer uang tunai dari mereka sesuai kesepakatan.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009