Port Harcourt, Nigeria (ANTARA News/Reuters) - Militan Nigeria membajak dua kapal barang di Delta Niger dan memberi perusahaan minyak waktu hingga Sabtu untuk mengungsikan staf mereka.

Kelompok militan memperingatkan Kamis bahwa mereka akan menyerang helikopter-helikopter dan pesawat setelah batas waktu itu berakhir.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) mengeluarkan ulatimatum 24 jam pada Rabu bagi pekerja minyak untuk meninggalkan Delta Niger setelah bentrokan-bentrokan hebat dengan militer, namun mengatakan Kamis, sejumlah perusahaan minyak meminta waktu tambahan.

Sumber-sumber keamanan yang bekerja di kawasan industri minyak dan gas terbesar Afrika itu mengatakan, mereka menanggapi ancaman kelompok militan itu dengan serius, namun tidak ada rencana untuk mengungsikan staf.

"Mereka menyatakan hal itu sebelumnya. Tidak ada yang mengungsi, namun sejumlah perusahaan akan meningkatkan kesiagaan mereka," kata seorang pekerja keamanan swasta.

Militer menganggap enteng ancaman itu dengan mengatakan, mereka akan melanjutkan operasi di Delta Niger seperti biasanya.

Jurubicara militer Kolonel Rabe Abubakar mengatakan, tersangka militan membajak MV Spirit, sebuah kapal minyak yang disewa oleh perusahaan minyak pemerintah NNPC, ketika kapal itu sedang berlayar ke Warri di negara bagian Delta pada Rabu, dan menculik kapten serta awaknya.

Sebuah kapal kedua juga dibajak di daerah yang sama.

MEND mengatakan, salah satu kelompoknya menahan 15 warga asing dari MV Spirit, namun belum ada konfirmasi independen mengenai hal itu.

Kelompok gerilya itu juga menyatakan, mereka telah menghancurkan lima kapal meriam dan kapal pendukung militer di negara bagian Delta, Nigeria selatan, pada Kamis pagi, dalam apa yag disebutnya sebagai "Operasi Pearl Harbour", namun klaim itu dibantah oleh militer sebagai propaganda.

Delta Niger, sebuah kawasan industri gas dan minyak terbesar Afrika, dilanda serangan-serangan bom terhadap pipa saluran minyak dan penculikan pekerja minyak.

Kelompok MEND mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Kekerasan melanda negara Afrika tersebut dalam beberapa tahun terakhir ini.

Keadaan tidak aman di Delta Niger, daerah penghasil minyak Nigeria, telah membuat produksi minyak Nigeria berkurang hingga seperlima sejak awal 2006.

Pada pertengahan Oktober, sejumlah orang bersenjata yang menggunakan perahu-perahu motor cepat menyerang kapal-kapal angkatan laut yang menjaga sejumlah terminal utama ekspor gas alam cair dan minyak mentah di Pulau Bonny.

Pasukan berhasil memukul mundur kelompok penyerang itu dan membunuh beberapa orang bersenjata setelah dua kapal cepat mereka ditenggelamkan, kata militer.

Keamanan di Delta Niger memburuk secara dramatis pada awal 2006 ketika militan, yang menyatakan berjuang untuk mencapai kendali lokal lebih besar atas kekayaan minyak di wilayah yang berpenduduk miskin itu, mulai meledakkan pipa-pipa minyak dan menculik pekerja asing.

Kelompok gerilya MEND pada 14 Januari mengancam akan mengakhiri gencatan senjata dengan menyerang militer setelah seorang pemimpin geng tewas dibunuh oleh pasukan sehari sebelumnya.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada 21 September tahun lalu setelah serangan-serangan sepekan terhadap fasilitas industri minyak setelah peluncuran "perang minyak" yang dimaksudkan untuk membalas serangan militer terhadap posisi-posisi mereka.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009