Yogyakarta (ANTARA News) - Tudingan bahwa Boediono adalah figur yang pro neoliberalisme dan titipan dari pihak asing tidak memiliki dasar kuat dan terkesan bermuatan politis.

"Boediono termasuk orang yang dekat dengan almarhum Prof Mubyarto yang memiliki gagasan ekonomi kerakyatan," kata Ketua Juruan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Mudrajat Kuncoro di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, tudingan pro neoliberalisme kepada Boediono sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu.

"Banyak orang yang lupa bahwa Boediono bersama Mubyarto menjadi pendekar ekonomi Pancasila dan pernah menulis buku secara bersama tentang ekonomi Pancasila," katanya.

Ia mengatakan, Boediono dikenal sebagai orang yang tidak mengejar jabatan, sebaliknya justru jabatan yang mengejarnya. Contohnya setelah tidak lagi menjabat Menteri Keuangan di era kepemimpinan

Megawati Soekarnoputri, Boediono kembali menjadi dosen.

"Itu nuansa lain yang harus dicatat. Berbeda dengan politisi lain yang pada umumnya hanya mengejar jabatan," katanya.

Menurut dia, Boediono juga telah berhasil mengurangi jumlah utang luar negeri bangsa Indonesia. Sebelum Boediono menjadi Menteri Keuangan, total utang luar negeri Indonesia terhadap PDB di atas 100 persen.

Namun selama Boediono menjabat, rasio total utang terhadap PDB kurang dari 31 persen, bahkan, selama meniti karier di Bappenas, Menteri Keuangan, kemudian menjadi Menko Perekonomian di Kabinet

Indonesia Bersatu justru mendukung program bantuan langsung tunai (BLT), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), dan kredit usaha rakyat (KUR).

"Saya kira semua itu jelas membuktikan Boediono bukan pro neoliberalisme. Jadi, tudingan yang dihembuskan selama ini tampaknya tidak beralasan," katanya.

Ia mengatakan, figur Boediono yang profesional dan nonpartisan diyakini mampu menyelesaikan persoalan ekonomi di Indonesia ke depan. Apalagi, melihat rekam jejak karier dan kontribusi pemikiran

Boediono berhasil menjalankan kepemimpinan di posisi yang strategis.

"Sebagai kolega dan murid, saya melihat Boediono seorang profesional dan nonpartisan, serta dikenal dekat dengan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono. Boediono akan membantu siapa pun tanpa melihat partai politik," katanya.

Menurut dia, Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang bisa berpikir tidak hanya linier tetapi juga memberikan terobosan di tengah krisis, serta tidak lagi menggunakan pendekatan "Washington Consensus" di Indonesia.

"Pekerjaan rumah terbesar bagi siapa pun capres dan cawapres nanti yang terpilih akan dihadapkan pada problem kemiskinan yang mencapai 15 persen, masalah pengangguran yang berkisar 8-9 persen, dan ketimpangan distribusi pendapatan antardaerah yang semakin meningkat," katanya.
(*)

Pewarta: surya
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009