Jakarta (ANTARA News) - Depnakertrans bekerjasama dengan Deplu RI akan mengundang Dubes Saudi Arabia di Jakarta untuk menuntaskan kasus Keni (28), TKI asal Brebes, Jateng, yang disiksa majikannya. Sementara Ketua Himpungan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani mengusulkan agar TKI yang mendapat siksaan berat, cacat berat hingga dibunuh sengaja atau tidak sengaja oleh majikan mendapat santunan Rp1 miliar dari konsorsium asuransi. Menakertrans Erman Suparno, didampingi Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Deplu, Teguh Wardoyo dan Direktur RS Polri Sukanto Brigjen Pol Aidi Rawas di Jakarta, Rabu, mengatakan sudah meminta Plt Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Depnakertrans I Gusti Made Arka untuk mengundang Dubes Saudi di Jakarta. "Undangan itu dilayangkan setelah berkoordinasi dengan Deplu. Kita berharap sudah ada pertemuan pada 20 atau 22 Januari ini," kata Erman. Erman ketika menjenguk dan memberikan bantuan kepada Keni dan rekannya Sunaeni, asal Indramayu, Jabar, menyatakan apa yang dialami oleh keduanya adalah tindakan yang diluar perikemanusiaan. Keni berasal dari Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Brebes, Jawa Tengah. Dia disiksa oleh majikan perempuannya di Madinah, Arab Saudi, selama tiga bulan. Saat dijenguk oleh Erman di RS Polri Kramat Jati, kondisinya sudah membaik. Luka-lukanya sudah mulai kering, dan tampak keloid dibekas lukanya. Kedua kupingnya hampir putus dan lidah yang diiris pisau. Secara fisik kondisinya memilukan. Aidi mengatakan kondisi Keni dan Susaeni terus membaik. "Sekarang sudah bisa bicara, tertawa, berjalan dan makan," katanya Karena itu pemerintah Indonesia menyatakan akan menuntut majikan yang mempekerjakan keduanya. Teguh menyatakan akan berkoordinasi dengan RS Polri, dan pihak terkait lainnya untuk mengumpulkan bukti-bukti penganiayaan, visum dan gambar-gambar yang mendukung tuntutan pada majikan Keni dan Sunaeni. Mengenai pengacara, Teguh mengatakan Deplu akan mempersiapkan pengacara yang disiapkan pemerintah RI. Mengenai bantuan dari perusahaan asuransi, Teguh menyatakan akan berkooridnasi dengan Depnakertrans. Yunus meminta Menakertrans untuk memeriksa kembali kewajiban konsorsium asuransi, yang memungut premi Rp400.000 per-TKI, untuk memenuhi kewajibannya menyediakan pengacara di negara tujuan penempatan. Keberadaan pengacara tersebut sangat diperlukan saat TKI mengalami nasib seperti Keni agar tuntutan sudah bisa dilakukan saat mereka masih di luar negeri. Dia juga mengusulkan agar santunan (ganti rugi) pada TKI yang mengalami nasib seperti Keni dinaikkan menjadi Rp1 miliar. "Santunan itu untuk membiayai operasi plastik, rehabilitasi mental dan obat-obatan untuk memulihkan kondisi TKI," katanya. Ketika ditanya nilai santunan yang begitu tinggi, Yunus menilai angka Rp1 miliar kecil dibandingkan dana TKI yang dipungut konsorsium selama ini. Dia menyatakan dalam satu tahun terdapat 700 ribu TKI yang ditempatkan. Jika dikalikan dengan premi asuransi sebesar Rp400 ribu per-TKI, maka dana yang dihimpun konsorsium asuransi TKI senilai Rp 280 miliar. "Sementara kasus seperti Keni sangat sedikit, sehingga santunan Rp1 miliar tidak berarti apa-apa bagi konsorsium asuransi TKI dibandingkan dana yang mereka himpun selama ini," kata Yunus. Mengenai tuntutan atas majikan, Yunus menilai sepantasnya majikan mendapat hukum yang berat agar memberi efek jera dan pelajaran bagi majikan lain. Tindakan warga Saudi itu juga dinilai mencoreng nama baik masyarakat Saudi secara keseluruhan di mata Internasional. Pada kesempatan itu Erman menyerahkan bantuan masing-masing senilai Rp10 juta kepada keduanya. Perusahaan jasa TKI yang menempatkan keduanya dan perusahaan konsorsium asuransi juga memberi bantuan dana tunai.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009