"Pemahaman kaum intelektual perkotaan terhadap aturan pemilu, tidak banyak berbeda dari masyarakat berpendidikan rendah, kurang mampu secara ekonomis dan aksesnya terbatas dalam mendapatkan soal informasi pemilu dan ke media massa.
(Ketua LPPM UG, Prof Dr-Tech Danang Parikesit, M.Sc)

Jakarta (ANTARA News)Pemilu Legislatif 9 April 2009 telah meninggalkan banyak persoalan, diantaranya masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditenggarai telah menghilangkan hak pilih jutaan orang sehingga diprotes banyak kalangan dan berujung pada tuntutan hukum dari partai politik peserta pemilu.

Kondisi ini mengundang keprihatinan banyak pihak yang peduli pada pentingnya memanfaatkan hak pilih dalam pesta demokrasi yang adalah salah bentuk kontribusi bagi kemajuan negara. Salah satu yang prihatin itu adalah Universitas Gadjah Mada (UGM). Kepedulian lembaga pendidikan tinggi tertua Indonesia ini telah membuatnya menerima akreditasi dari KPU sebagai salah satu mitra untuk pemantau Pemilu 2009.

Berkaitan dengan persoalan membangkitkan kesadaran warga negara untuk memilih ini, UGM telah menerjunkan mahasiswanya ke masyarakat melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Pendidikan Pemilih dan Pemantauan Pemilu (P4) tahun 2009.

Untuk mengetahui bagaimana program KKN P4 itu efektif dalam mendorong peningkatan jumlah DPT pada Pilpres mendatang dan bagaimana kontribusi mahasiswa dalam menarik golput untuk menggunakan hak pilihnya, wartawan ANTARA News, Zita Meirina mewawancarai Ketua LPPM UGM, Prof. Dr-Tech. Ir Danang Parikesit, M.Sc. Berikut petikan wawancara tersebut.


ANTARA: Bisa Anda jelaskan esensi dari Program KKN tematik P4?

Danang: UGM secara konsisten telah tiga kali ikut ambil bagian dalam proses pendidikan politik masyarakat sejak Pemilu 1999. UGM ingin mencerahkan masyarakat berkenaan dengan penyelenggaraan Pemilu. KKN P4 melibatkan ratusan mahasiswa dengan membentuk jejaring berbagai perguruan tinggi di Tanah Air. Mereka dikirim ke berbagai kota di Indonesia dalam tiga gelombang masa. Targetnya dalam tiga tahap kami bisa mengirim 1.500 mahasiswa peserta pendidikan dan pemantau pemilu.

ANTARA: Mengapa memilih tema sosialisasi pemilu?

Danang
: Kami menganggap pendidikan politik dan pemilih sangat penting karena informasi pemilu sering tidak sampai sepenuhnya kepada masyarakat. Kami tidak berpolitik, tetapi komunitas kampus justru proaktif untuk terlibat dalam peningkatan kualitas Pemilu 2009. Kami ingin memberikan kontribusi bagi perwujudan pemilu yang bebas dan adil serta pemilih yang cerdas. Intinya, KKN tematik ini ingin memberitahu masyarakat bahwa Pemilu ini sangat penting untuk keberlangsungan bangsa dan negara, namun memilih partai dalam Pemilu itu harus dengan melihat platform, visi dan misinya.

ANTARA
: Bagaimana peran mahasiswa dalam KKN model ini?

Danang: Mahasiswa membuat simulasi pemungutan suara pada masyarakat kaum marjinal pedesaan, perempuan dan orang lanjut usia, yang kebanyakan buta huruf. Intinya, yang dilakukan mahasiswa mengerucut pada kegiatan pendidikan politik bagi pemilih, melakukan survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, penghitungan cepat hasil Pemilu dan Pemantauan Pemilu. Posisi mahasiswa sendiri netral, mereka hanya mencatat dan jika terjadi pelanggaran maka tugasnya adalah melapor kepada Bawaslu.
Kami juga selalu mengingatkan mahasiswa untuk tidak menjadi alat bagi siapapun untuk memengaruhi pilihan masyarakat agar memilih partai, calon legislatif atau pasangan capres dan cawapres tertentu.

ANTARA: Siapa yang sebenarnya dibidik oleh program pendidikan pemilih dalam KKN ini?

Danang: Fokusnya adalah pemilih pemula dan kaum perempuan karena kedua kelompok pemilih ini memiliki posisi sangat strategis dalam pemilu namun tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

Ada 16 persen pemilih pemula dari total pemilih dan pada merekalah kita berinvestasi bagi lahirnya pemilih kritis dan cerdas. Sementara kaum perempuan yang mencapai 60 persen dari total pemilih maupun jumlah penduduk, masih saja menjadi bagian yang termarjinalisasi secara politik. Peluang pemilih perempuan khususnya di daerah pedesaan untuk memperoleh informasi pemilu dan memutuskan pilihan politik secara independen, cukup terbatas. KKN pendidikan politik ini adalah bagian dari langkah afirmatif guna memperkuat peran politik perempuan.


ANTARA: Lantas, bagaimana pola itu dilaksanakan?

Danang: Program KKN tematik yang dikoordinasikan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LPPM) UGM ini dilaksanakan dengan melihat kebutuhan masyarakat, antara lain pada waktu musibah gempa Yogyakarta, program pemberantasan buta aksara untuk Wajib belajar 9 tahun dan kegiatan pendidikan politik kepada masyarakat khususnya untuk sosialisasi pemilu.

Bersama universitas jejaring di sejumlah propinsi, UGM mengembangkan model ideal pendidikan pemilih dengan cara membentuk voter training centre di lokasi-lokasi yang menyebar di enam provinsi, termasuk Jawa Timur yang dilaksanakan di Kabupaten Bangkalan. Sementara, mahasiswa akan dibimbing oleh 10 orang dosen pembimbing lapangan (DPL). Mereka disebar dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kabupaten kota dipilih lima kecamatan dan setiap kecamatan diambil lima desa untuk pendidikan dan pemantauan pemilih. Khusus peserta yang ditempatkan di luar Kota Yogyakarta, mahasiswa akan ditempatkan di Kota Padang, Makasar, Bangkalan, dan Tasikmalaya.

Mengenai pembiayaan kegiatan, sumbernya berasal dari mahasiswa, bantuan lembaga donor seperti UNDP untuk pendidikan pemilih dan dari Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional untuk program pemantuan pemilu.

ANTARA: Bagaimana penerimaan masyarakat terhadap program KKN P4 ini?

Danang: Mereka menerima dengan antusias kedatangan mahasiswa dan mendambakan akan ada KKN serupa di masa mendatang. Keinginan masyarakat ini menjadi salah satu catatan penting yang didokumentasikan oleh UGM. Kegiatan simulasi dan penjelasan aturan pemilu dari pintu ke pintu telah mampu meningkatkan kesadaran berdemokrasi serta menjadikan pelaksanaan Pemilu di daerah tersebut mencapai sasaran lebih baik.


ANTARA: Apa yang ditemukan mahasiswa pada Pemilu Legislatif 9 April lalu?

Danang: Selain banyak ditemukan kasus kesulitan cara mencentang bagi pemilih di wilayah pedesaan dan terpencil karena sangat lemahnya sosialisasi kepada masyarakat, berdasarkan hasil survei kualitatif yang dilakukan mahasiswa UGM, masalah lain yang seringkali muncul salah satunya adalah persoalan DPS/DPT di mana banyak masyarakat yang awalnya terdaftar di DPT ternyata tidak menggunakan hak pilihnya karena sudah pindah atau migrasi ke tempat lain.


ANTARA: Pada Pra Pemilu Presiden ini, apa yang menjadi fokus KKN P4?

Danang
: Tahap kedua dari program KKN tersebut dititikberatkan pada pemantauan dan pengecekan Daftar Pemilih Sementara (DPS) serta Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menjadi persoalan dalam pemilihan legislatif 9 April lalu agar tidak terulang dalam pilpres mendatang.

Target awal kami memang perempuan dan pemilih pemula, namun melihat hasil KKN tahap pertama, maka sasaran sosialisasi tidak akan dibatasi pada kelompok target awal, tetapi diperluas ke target laki-laki dewasa dan intelektual perkotaan yang tidak memiliki pemahaman tentang aturan Pemilu 2009. Hasil temuan di lapangan yang disampaikan mahasiswa KKN memperlihatkan, bahwa pemahaman kelompok pemilih laki-laki dan intelektual perkotan tentang aturan Pemilu baik secara umum maupun teknis seperti pengetahuan tentang Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sampai pada masalah cara pencentangan di Tempat Pemilihan Suara (TPS), tidak berbeda jauh dari kelompok marjinal yang menjadi sasaran awal KKN kami. (*)

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2009