Jakarta, 22/5 (ANTARA) - Paradigma konservasi sumberdaya ikan (SDI) menurut mandat UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, serta UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi tiga hal. Pertama, konservasi SDI memiliki tiga aspek penting, yakni perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan SDI secara berkelanjutan. Ketiga aspek tersebut saling terintegrasi dan saling berkaitan. Di satu sisi melindungi biota yang terancam punah, di lain hal merupakan langkah positif untuk menjaga kelestarian sumberdaya perairan yang semakin menipis, dan sekaligus juga mendukung untuk mensejahterakan masyarakat di sekitarnya.

Kedua, pengelolaan kawasan konservasi perairan laut dikembangkan dengan sistem zonasi. Dalam PP No.60 Tahun 2007, disebutkan bahwa pembagian ruang pengelolaan sesuai dengan peruntukan kawasan, di mana salah satu zona dapat dikembangkan di dalam Kawasan Konservasi Perairan (KKP) laut berupa zona perikanan berkelanjutan (diatur dalam PP No.60 Tahun 2007) yang peruntukannya guna mengakomodasikan kepentingan atau mata pencaharian nelayan setempat. Sehingga tidak benar apabila dikatakan bahwa pengelolaan KKP tidak mengakomodasi kepentingan nelayan. Hal inilah yang menjadi kelebihan pengaturan konservasi laut, yakni ditetapkan secara partisipatif, dan akhirnya bisa menghindari konflik dengan masyarakat tradisional di sekitarnya. Ketiga, pengelolaan KKP Laut juga berbagi kewenangan dengan Pemerintah Daerah. Oleh karenanya,dengan pertimbangan yang utuh mengenai pengembangan lingkungan, dan sekaligus mempertimbangkan secara signifikan aspek sosial dan ekonomi, maka 33 kabupaten/kota telah mendeklarasikan sebagian wilayahnya sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Peresmian beberapa kawasan konservasi merupakan realisasi dari tindak lanjut program nasional tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta hektar pada tahun 2010, yang telah disampaikan Presiden RI pada Konferensi Internasional "Convention on Biological Biodifast" di Brasil pada Maret 2006. Selain itu, Presiden RI juga menargetkan bahwa Pemerintah Indonesia akan melindungi 20 juta hektar wilayah lautnya saat memberikan sambutan pembukaan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit di Manado minggu lalu. Dengan diresmikannya Laut Sawu di sela-sela World Ocean Conference (WOC) di Manado minggu lalu sebagai kawasan konservasi, maka Indonesia sekarang ini memiliki kawasan laut terlindungi seluas 13,4 juta hektare atau secara otomatis target program 10 juta hektar pada tahun 2010 telah terlampaui.

Dalam hal penetapan Taman Nasional Laut Sawu, kiranya dapat diambil sebagai contoh, bagaimana Pemerintah secara hati-hati menetapkan suatu wilayah laut menjadi kawasan konservasi. Kajian dan sosialisasi rencana penetapan kawasan tersebut sebagai Taman Nasional Laut telah dilakukan sejak lima tahun yang lalu. Tujuannya adalah untuk melindungi beberapa biota dari kepunahan, yang menjadi perhatian nasional maupun internasional, seperti paus, penyu, dogeng dan lain-lain.

Pembahasan beberapa kali dilakukan bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat, terutama untuk memperhatikan tradisi masyarakat yang sudah berlaku turun temurun. Bahkan dilakukan pula kesepakatan dengan perkumpulan masyarakat Lamalera yang ada di Jakarta, untuk tidak memasukkan perairan Lamalera dan Lamakera. Akhirnya pertimbangan tersebut diperhatikan, dan setelah menerima telaah Tim Kajian, serta rekomendasi Gubernur Nusa Tenggara Timur, maka batas Taman Nasional Laut Sawu tersebut ditetapkan.

Dengan pola penetapan kawasan konservasi seperti ini, melalui zonasi perikanan berkelanjutan dan wisata bahari, maka dapat dicapai tujuan pembentukan kawasan konservasi, dengan sekaligus melindungi biodiversity karunia Tuhan, melestarikan sumberdaya perairan untuk generasi mendatang, serta memanfaatkan sumberdaya ekonomi secara berkelanjutan, terutama untuk kepentingan masyarakat tradisional setempat. Walaupun target kali ini telah terlampaui, namun jalan masih panjang, untuk mengelola secara bijak negeri kepulauan yang berciri nusantara ini

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan, HP.08161933911

Pewarta: anton
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2009