Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Keuangan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ranendra Dangin mengakui telah menerima bonus Rp250 juta.

Pengakuan tersebut terungkap dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa kasus korupsi impor gula putih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.

Menurut Ranendra, uang tersebut merupakan bonus yang diambil dari sisa cadangan dari pengurusan dokumen pajak cacat sebesar Rp3,4 miliar dan dana distribusi sebesar Rp974,2 juta, sesuai dengan aturan pembagian yang dibuat oleh Direktur Utama RNI Rama Prihandana, Direktur Komersial RNI Son Ramadir, dan Ketua Tim Rampung Kerjasama Sistem Operasi (KSO) impor gula putih RNI Agus Subekti.

Pembagian bonus ialah sebesar Rp300 juta untuk Dirut RNI, masing-masing Rp250 juta untuk dewan direksi, serta Rp225 juta untuk ketua tim rampung KSO.

Ranendra juga mengakui bahwa ia memberikan "travel cheque" senilai Rp175 juta kepada mertuanya. "Travel cheque" tersebut diambil dari bagian bonus yang ia terima sebesar Rp250 juta.

Kasus korupsi impor gula putih pertama kali dilaporkan oleh almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Nama ketua KPK Antasari Azhar kemudian dikaitkan pula dengan terbunuhnya Nasrudin.

Selanjutnya, kasus korupsi itu memunculkan nama Mantan Dirut Keuangan RNI Ranendra Dangin sebagai terdakwa. Ia didakwa merugikan negara sebesar Rp4,6 miliar.

Menurut Ranendra, di dalam ketentuan anggaran dasar PT RNI hanya diatur mengenai insentif dan uang rapat. Sementara itu, tidak ada surat keputusan atau aturan yang jelas mengenai pembagian bonus.

Namun meskipun tidak diatur dengan jelas, Ranendra mengatakan, pembagian bonus merupakan hal yang biasa di PT RNI.

"Bukan cuma gula saja, tapi juga ada bonus dari penjualan tanah dan pelelangan obat, dan lain-lain" kata pria berkaca mata itu.

Menurut pria yang terakhir menjabat Direktur Personalia PT Angkasa Pura I itu, pencairan dana pengurusan dokumen pajak cacat dan dana distribusi tersebut atas perintah lisan dari dirut RNI.(*)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009