Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia mengungkapkan, alokasi belanja sektor kesehatan Indonesia masih sangat rendah sehingga walaupun terdapat perbaikan luar biasa, prestasinya tidak sehebat negara-negara tetangganya.

Bahkan untuk beberapa hasil kesehatan, seperti tingkat kematian ibu, Indonesia masih jauh di bawah prestasi negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan dan pengeluaran kesehatan yang sebanding, kata Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Joachim von Amsberg, di Jakarta, Rabu.

Ketika mengungkapkan laporan yang dikeluarkan lembaga internasional itu, Joachim menjelaskan bahwa dari total belanja setahun, belanja Indonesia di sektor kesehatan tidak lebih dari 2 persen produk domestik bruto (PDB) nasional.

Dari total belanja nasional sebesar 2 persen PDB itu, setengahnya dialokasikan dari sumber pemerintah dan sepertiganya dialokasikan dari belanja kesehatan rumah tangga yang mana kontribusi belanja pemerintah sendiri hanya mencapai 5 persen dari total belanja APBN.

"Indonesia masih menghadapi tantangan cukup signifikan dalam mengembangkan dan melaksanakan reformasi pembiayaan kesehatan yang efektif dan berkelanjutan," katanya.

Berdasarkan laporan lembaga keuangan yang berbasis di Washington DC, AS itu, Indonesia baru memberikan akses kesehatan dasar pada seluruh masyarakatnya melalui 8.000 puskesmas, 22.200 puskesmas pembantu, dan 5.800 puskesmas keliling dalam 40 tahun terakhir.

Di sisi lain, rasio pemanfaatan jumlah tempat tidur rumah sakit nasional hanya 60 persen, jauh lebih rendah dibanding negara-negara dengan tingkat pendapatan sama.

Bahkan di sisi tenaga kesehatan, tenaga kerja kesehatan Indonesia masih relatif lebih kecil dibanding negara lain yang memiliki jumlah tenaga kesehatan dengan kualitas dan efisiensi yang lebih baik.

Mengacu pada kondisi tersebut, catat Bank Dunia, Indonesia masih tertinggal dibanding pencapaian negara-negara lain kendati tingkat kesehatan nasionalnya relatif membaik.

Bank Dunia juga mencatat, usia harapan hidup meningkat dari 52 tahun menjadi 70 tahun, angka kematian bayi sebelum satu tahun berkurang jadi 30 dibanding 100 dari 1.000 bayi, penurunan angka fertilitas dari 4,7 anak per wanita menjadi 2 anak per wanita.

Walau terdapat perbaikan luar biasa ini, menurut Joachim, prestasi Indonesia ternyata tidak seluar biasa pencapaian negara-negara tetangganya. Bahkan untuk beberapa hasil kesehatan, seperti tingkat kematian ibu, Indonesia masih jauh di bawah prestasi negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan dan pengeluaran kesehatan yang sebanding.

Sementara itu pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp18,8 triliun atau 2,49 persen dari total APBN tahun 2008 sedangakan pada tahun 2009, anggaran kesehatan naik menjadi 2,64 persen dari total APBN.

Analis Bidang Kesehatan Bank Dunia Pandu Harimurti menyatakan, pemerintah seharusnya mulai memikirkan pengalokasian belanja kesehatan yang lebih sesuai, mengingat tingkat kebutuhan pendanaannya jadi lebih besar dibanding saat ini.

"Tetapi yang lebih penting adalah efektivitas belanja yang telah dialokasikan," katanya.

Menurutnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat domestik membuat jumlah penduduk dengan usia lanjut bakal mengalami peningkatan tajam yang diproyeksikan memuncak tahun 2025.

"Ini artinya, kebutuhan pemeliharaan tingkat kesehatan penduduk bakal meningkat tajam. Untuk itu, tampaknya pemerintah perlu melakukan analisa ketersediaan ruang fiskal dalam pembiayaan sistem asuransi kesehatan yang tersedia," katanya. (*)

Pewarta: heru
Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009