London (ANTARA News) - Di tengah-tengah proses demokrasi yang semakin matang, peranan yang dapat dimainkan tokoh informal adalah seberapa jauh dapat ikut serta mengawal kehidupan bermasyarakat.

Beberapa pertanyaan dasar itulah yang akan menghiasi pertemuan dialog antar kepercayaan yang digelar KBRI di Moskow selama dua hari 1-2 Juni mendatang.

Wakil Kepala Perwakilan RI Moskow, A Agus Sriyono, mengatakan aktor demokrasi dalam suatu masyarakat yang berkembang tidak hanya dibatasi tiga institusi seperti dikemukakan Montesqieu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Bila hanya mengandalkan sistem ini tanpa memberikan porsi yang tepat bagi pemimpin informal maka sistem yang dibangun bisa mengalami kendala berat. "Menafikan peran ulama misalnya adalah sebuah ketersesatan," ujarnya.

Untuk itu dalam Indonesia-Russia Interfaith Dialogue yang akan digelar awal minggu depan itu didatangkan berbagai tokoh informal dari kedua belah pihak.

Mereka akan menyoal dan mengupas besaran peran yang mungkin dimainkan dalam rangka peningkatan kemaslahatan umat. KH. Hasyim Muzadi dari NU dan pendeta Dr. Nathan Setiabudi misalnya, akan mengemukakan peran NU dan gereja bagi pembangunan Indonesia.

Sedangkan Pendeta Georgy Ryabykh dari Keuskupan Otodokls dan Prof. Dr. Marat Murtazin, Rektor Universitas Islam Moskow menyampaikan masalah pengembangan sikap toleransi di Rusia.

Mengambil contoh konflik yang katanya dipacu oleh keyakinan tertentu seperti di Ambon dan Poso, maka sistem yudisial diperkirakan tidak dapat menyelesaikan masalah. Berbagai aktor dari pemimpin informal harus dilibatkan, ujarnya.

Mereka bukan saja tokoh agama, tetapi juga budayawan dan bahkan para ilmuan yang memilki pengaruh kuat di masyarakat. Inilah sebuah konsekuensi dari masyarakat yang masih bersifat paternalistik.

Konflik horizontal yang pernah terjadi di Indonesia juga dialami negara lain yang masyarakatrnya memiliki tingkat kompleksitas tinggi sebagai konsekuensi dari adanya muti etnis, kepercayaan dan gap pendidikan.

Indonesia dan Rusia memiliki kemiripan sehingga tukar menukar pengalaman merupakan suatu hal yang sangat positif, ujarnya.

Dari sisi pemerintahan, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Deplu dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Aleksey Borodavkin mewakili pihak pemerintah dalam menyuarakan peranan yang dimainkan secara bersama-sama kalangan tokoh informal.

Pemerintah ditengarai memiliki peranan yang sentral dalam menfasilitasi pembangunan demokrasi dan sekaligus menyelesaikan berbagai konflik horizontal dalam masyarakat yang majemuk.

Perbedaan sistem kemasyarakatan serta faktor sejarah membuat peranan pemimpin formal di negara seperti Indonesia dan Rusia berbeda dengan di Amerika Serikat dan Eropa Barat.

"Lain ladang lain belakang, lain negara lain pula caranya. Semua benar dan tidak perlu saling menyalahkan" demikian Duta Besar Hamid Awaludin menimpali. (*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009