Solo (ANTARA News) - Makanan yang mengandung zat berbahaya seperti pewarna buatan rodamin dan makanan kadaluwarsa masih beredar di Solo, dan saat ini juga beredar makanan ringan yang isinya tidak sama dengan label di bungkusnya.

Makanan yang mengandung zat berbahaya dan tidak sesuai dengan komposisi ini banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional dan sekolah-sekolah, kata salah seorang konsumen Ichwan kepada wartawan saat melapor tentang temuannya tersebut ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta, di Solo, Senin.

Makanan tersebut ditemukan di sebuah pasar tradisional di Solo, dimana dalam kemasan makanan ringan tertera makanan kwaci bunga matahari dengan cap Prima tetapi setelah dibuka ternyata didalamnya adalah mie kering.

"Saya menemukan ini di sebuah pasar tradisional harganya per satu bungkus adalah Rp 500 dan saya beli sebanyak lima bungkus. Dalam kemasan tertulis kwaci tetapi setelah dibuka ternyata isinya mie kering dan setelah dimakan, rasanya juga tidak enak," katanya.

Selain ada perbedaan komposisi antara label dengan isinya, makanan ringan tersebut juga telah kadaluwarsa karena tertulis tanggal kadaluwarsa sejak Desember 2005.

Sementara itu, menurut Kepala Bidang Upaya Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Solo, Setyowati, pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut.

"Kami akan telusuri dahulu kepada pedagang untuk mencari dimana produsennya, sebab di dalam label tersebut untuk kode daerah dimana diproduksi ternyata bukan kode daerah Solo," jelasnya.

Kode yang tercantum adalah 1021, sementara untuk kode produksi Solo adalah 1106 untuk Sertifikat Penyuluh (SP) atau 3372 untuk Produk Industri Rumah Tangga (PRT).

Ia mengatakan, bila memang produsen makanan tersebut masih berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, maka pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jawa Tengah.

Tentang adanya perbedaan antara isi makanan dengan nama kemasan, pihaknya masih akan meneliti dulu, katanya.

"Bila bungkus makanan tidak tidak lagi dipakai maka harus dimusnahkan dan tidak boleh digunakan untuk makanan yang lain," katanya.

Menurut Setyowati, produsen makanan tersebut telah melanggar aturan yakni UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen serta label yang berbeda dengan isinya. (*)

Pewarta: bwahy
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009