Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Inggris meluncurkan satuan tugas (satgas) pengembangan dan percepatan produksi vaksin virus corona di bawah koordinasi Departemen  Bisnis, Energi, dan Strategi Industri (BEIS) yang dipimpin oleh Menteri  Alok Sharma.

“Ilmuwan Inggris bekerja secepat mungkin untuk menemukan vaksin melawan virus corona. Kami mendukung penuh upaya mereka dalam menyelamatkan dan melindungi kehidupan manusia,” kata Sharma dalam keterangan pers yang dirilis Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Senin.

Satgas vaksin adalah kunci untuk mengkoordinasikan upaya mempercepat pengembangan dan pembuatan vaksin baru yang potensial, sehingga kami dapat memastikan bahwa vaksin tersebut dapat tersedia secepat dan seluas mungkin bagi masyarakat, ia melanjutkan.

Pembentukan satgas vaksin ini adalah bagian dari langkah Inggris dalam aksi global memerangi COVID-19, selain komitmen sekitar 250 juta poundsterling dari anggaran bantuan pemerintah.

Jumlah tersebut adalah donasi terbesar dibandingkan negara-negara lain, dalam skema program internasional untuk mengembangkan vaksin virus corona di bawah Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI).

Baca juga: Inggris akan uji coba darah penyintas COVID-19 untuk penyembuhan
Baca juga: Berjalan kaki, Veteran Inggris galang 17 juta pound untuk tim medis


“Kami melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan nyawa dan mengalahkan virus ini, termasuk bekerja sama dengan bisnis, peneliti, dan industri untuk menemukan vaksin secepat mungkin. Inggris memimpin dalam pengembangan vaksin, kami adalah kontributor terbesar untuk upaya global - dan memastikan kami dapat memproduksi vaksin di Inggris sesegera mungkin,” ujar Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock.

Menurut Kepala Penasihat Ilmiah Patrick Vallance, satgas vaksin yang dibentuk Inggris akan memastikan bahwa setiap vaksin virus corona yang berpotensial, jika tersedia, dapat diproduksi dengan cepat dan tersedia untuk masyarakat umum secepat mungkin.

Pemerintah Inggris juga mengumumkan 21 proyek penelitian virus corona yang mendapatkan keuntungan dari pendanaan pemerintah senilai 14 juta poundsterling termasuk di antaranya satu proyek baru yang dipimpin oleh Universitas Oxford, yang akan mencoba obat antimalaria yang diyakini memiliki sifat antiinflamasi untuk menentukan apakah dapat mengurangi efek COVID-19 pada orang dalam kelompok risiko tinggi.

Para dokter umum di seluruh Inggris telah diundang untuk mengambil bagian dalam uji coba terobosan ini, guna memastikan apakah hal ini dapat mengurangi pasien berkunjung ke rumah sakit dan mempercepat pemulihan mereka.

Proyek lain yang menerima dana vital pemerintah Inggris, di antaranya dipimpin oleh Imperial College London yang menguji vaksin terhadap virus corona yang bertujuan agar tubuh memproduksi lebih banyak pelindung antibodi.

Kemudian, Organisasi Kesehatan Masyarakat Inggris (PHE) juga mengembangkan antibodi baru yang dapat menawarkan perlindungan terhadap infeksi dan perkembangan penyakit COVID-19.

Dalam hal ini, PHE mempelajari bagaimana COVID-19 dapat ditularkan dari orang ke orang dengan menentukan berapa lama virus dapat bertahan hidup di udara dan pada berbagai bahan yang ditemukan di rumah sakit dan rumah tangga seperti kain, plastik, logam, dan keramik.

Baca juga: Penyintas corona Inggris dapat mendaftar sumbangkan plasma darah
Baca juga: Perempuan usia 106 tahun di Inggris sembuh dari COVID-19


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2020