Jakarta (ANTARA News) - Indonesia tahun ini menghentikan impor gula putih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dalam negeri yang jumlahnya sekitar 2,7 juta ton setahun.

Kebutuhan gula untuk konsumsi masyarakat akan dipenuhi dari produksi lokal yang ditargetkan mencapai 2,9 juta ton pada tahun ini.

"Ada surat dari menteri perdagangan bahwa sampai Januari 2010 tidak ada impor gula untuk konsumsi langsung ke masyarakat. Itu artinya kebutuhan gula untuk masyarakat mengandalkan pasokan dari dalam negeri," kata Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian (Deptan) Achman Mangga Barani di Jakarta, Senin.

Usai peluncuran program restrukturisasi mesin atau peralatan pabrik gula Achman mengatakan, pada tahun ini produksi gula dalam negeri mencapai 2,9 juta ton yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gula masyarakat di dalam negeri.

Impor gula hanya diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan industri yang mencapai 1,3 juta ton. Maka, total kebutuhan gula baik untuk konsumsi masyarakat dan industri di Indonesia adalah 4,2 juta ton setahun.

Achmad memperkirakan, produksi gula di dalam negeri akan terus mengalami peningkatan. Pada 2010 ia menargetkan, kenaikan produksi sekitar tujuh persen atau mencapai 3,1 juta ton dari produksi tahun ini yang diperkirakan mencapai 2,9 juta ton.

Menurut dia, kenaikan produksi gula di dalam negeri dipicu oleh membaiknya harga gula di tingkat pabrik yang mencapai Rp7.200 per kilogram dan harga di tingkat petani sekitar Rp6.000 per kilogram.

Membaiknya harga gula di dalam negeri tersebut, lanjut dia, mendorong petani meningkatkan produktivitas lahan mereka, di samping terjadinya perluasan areal tanam.

"Kalau harga (gula) bagus, itu penyuluhan terbaik. Dirjen Perkebunan tidak perlu melakukan penyuluhan besar-besaran untuk perluasan areal tanam tebu dan peningkatan produktivitas," ujar Achmad.

Ia mengatakan, kenaikan harga gula saat ini sangat positif bagi petani karena terjadi pada musim giling (Mei-Juli) ketika gula ada di tangan petani. Biasanya kenaikan harga gula terjadi di akhir tahun (November-Desember) ketika gula sudah berada di tangan pedagang sehingga petani tidak menikmati kenaikan harga gula.

Lebih jauh Achmad memperkirakan, pencapaian swasembada gula akan terjadi lebih cepat dari target tahun 2014, seiring dengan membaiknya harga gula, perluasan lahan dan peningkatan produksi melalui perbaikan ratun dan rendemen, serta restrukturisasi pabrik gula yang mendorong terjadinya efisiensi.

Oleh karena itu, ia menyambut positif diluncurkannya bantuan program restrukturisasi pabrik gula senilai Rp50 miliar tahun ini oleh pemerintah cq Depperin tahun ini untuk 27 pabrik gula dari sembilan perusahaan, sehingga biaya investasi pabrik gula menjadi lebih murah.

"Jadi perbaikan tidak hanya dilakukan di lapangan tapi juga pabrik gulanya. Dengan asumsi terjadinya perbaikan tersebut, maka setidaknya rendemen bisa mencapai 10 persen, sehingga dengan luas areal tebu yang mencapai sekitar 440 ribu hektare saat ini saja, tanpa perluasan, maka produksi gula bisa mencapai sekitar 4,4 juta ton," ujarnya.

Keputusan Rakor

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan (Depdag) Diah Maulida menjelaskan keputusan

untuk tidak mengimpor gula kristal putih untuk konsumsi masyarakat selama tahun 2009 diambil pada rapat koordinasi (rakor) tim stabilisasi harga kebutuhan pokok akhir tahun 2008.

"Penghentian impor dalam bentuk surat (Peraturan Menteri Perdagangan) tidak ada, tapi hasil rakor tentang stabilisasi harga sudah diputuskan untuk tidak impor gula putih selama tahun 2009," ujarnya.

Menurut dia, keputusan itu diambil berdasarkan perhitungan rencana produksi gula dan kebutuhan atau konsumsi gula nasional selama tahun 2009. Ia menambahkan biasanya keputusan impor gula diambil pada bulan Oktober untuk direalisasikan Januari tahun berikutnya.

Diah menegaskan, pemeritah tetap mengacu pada Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula. "Dalam aturan itu, impor hanya boleh dilakukan dua bulan sebelum giling dan dua bulan sesudah giling tebu," tuturnya.
(*)

Pewarta: surya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009