Semarang (ANTARA News) - Pengamat transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, apabila bus rapid transit (BRT) belum benar-benar siap, jangan untuk dioperasikan dulu.

"Sebab, banyak persoalan menyangkut operasional dan manajemen BRT yang belum tuntas, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan banyak permasalahan nantinya," katanya di Semarang, Selasa.

Menurut dia, rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang yang akan mengoperasikan BRT pada pertengahan Juni tahun ini terkesan sangat dipaksakan.

"Masih banyak yang perlu disiapkan bagi BRT untuk menjadi angkutan massal yang benar-benar diminati masyarakat karena berbagai kemudahan, keamanan, dan kenyamanan yang ditawarkan," katanya.

Ia mengatakan, sistem pembayaran pada BRT saat diluncurkan nanti, kemungkinan dilakukan secara manual dengan menarik karcis di atas bis karena alasan efisiensi anggaran.

Pemkot khawatir jika dana yang akan dialokasikan akan mengalami pembengkakan apabila bersikeras menggunakan mesin tiket, karena konsekuensinya harus menambah jumlah tenaga kerja.

"Apabila pengoperasiannya seperti itu, lantas apa bedanya BRT dengan bis biasa dan angkutan umum lainnya," ujarnya bertanya.

Secara ideal, kata dia, sistem pembayaran pada BRT memang harus menggunakan mesin tiket yang lebih praktis, mudah, dan cepat. "Apalagi, mesin tiket juga sudah ada dan tinggal pemasangan saja," katanya.

Menurut dia, asumsi alokasi anggaran yang akan membengkak tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mengoperasikan alat tersebut.

Terlebih lagi, lanjutnya, penggunaan mesin tiket juga membuat pengelolaan keuangan menjadi lebih transparan, karena setiap transaksi pembayaran akan dicatat secara otomatis dan dapat dipantau.

"Apabila pembayaran tetap menggunakan cara menarik karcis di dalam bis, maka berapa pendapatan yang terkumpul dan penumpang yang didapat selama jam operasi sulit untuk dipantau," katanya.

Ia juga menyesalkan bahwa sopir BRT nantinya tidak mendapat gaji pokok, namun justru dihitung berdasarkan persentase pendapatan yang dihasilkan.

"Sebaiknya mereka (sopir, red.) mendapat gaji pokok, karena jumlah penumpang tidak akan mempengaruhi penghasilan yang didapatkan, sehingga mereka tidak akan ugal-ugalan memburu setoran," katanya.

Selain itu, sarana dan prasarana seperti halte, armada bis, dan rambu-rambu juga belum sepenuhnya siap. "BRT dulu sempat diluncurkan namun ditarik lagi karena belum siap. Hal itu jangan sampai terulang," katanya.

"Oleh karena itu, pengoperasian BRT harus dipersiapkan dengan sangat matang, agar nantinya menjadi sarana transportasi alternatif bagi masyarakat dan dapat menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi," katanya.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009