Jakarta (ANTARA News) - Wacana pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 cukup satu putaran yang dihembuskan pendukung salah satu pasangan capres-cawapres dengan alasan demi menghemat keuangan negara, dinilai bukan gerakan moral yang dilandasi ketulusan.

"Ini jelas bukan gerakan moral, tetapi gerakan politik dan bisnis untuk kepentingan pihak tertentu," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional, Umar S. Bakry, dalam diskusi di Rumah Perubahan, Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu, menurut Umar, wacana tersebut harus dihentikan karena selain membohongi, juga membodohi rakyat.

"Persoalannya bukan satu atau dua putaran, tetapi apakah pemilihan itu dilakukan secara terbuka, jujur, adil, atau tidak," katanya.

Hal senada dikemukakan pengamat politik UI, Boni Hargens yang menyebut wacana itu sebagai bagian dari perang persepsi yang dilakukan tim kandidat presiden dan wakilnya.

"Ini sangat dipahami betul oleh salah satu tim capres-cawapres," katanya.

Di atas kertas, menurut Boni, pilpres hanya berlangsung satu putaran sulit terjadi, meski ada satu pasangan yang diusung koalisi besar.

"Mustahil," katanya. Sebab, sekitar 60 persen pemilih merupakan pemilih yang berpindah-pindah pilihannya dan tidak bisa diikat oleh partai manapun.

Dikatakannya, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) -Boediono, misalnya, boleh jadi unggul, namun perolehan suaranya tidak akan memenuhi syarat satu putaran.

Umar berpendapat senada dengan mengutip hasil survei LSN di mana tingkat elektabilitas SBY-Boediono cenderung menurun, sementara pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati-Prabowo cenderung naik.

"Terlalu dini menyimpulkan pilpres akan berlangsung satu putaran dengan pemenang SBY-Boediono karena trend elektabilitas SBY terus turun," katanya. (*)

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2009