New York (ANTARA News/AFP) - Harga minyak mentah menembus 71 dolar AS per barel pada Rabu waktu setempat, tertinggi dalam delapan bulan, karena para pedagang mengikuti jejak jatuhnya persediaan minyak mentah Amerika, melemahnya dolar AS dan harapan pemulihan permintaan energi global.

Kontrak berjangka utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman Juli, melonjak menyentuh posisi tertinggi 71,79 dolar AS per barrel, tertinggi sejak Oktober.

Kontrak berakhir pada 71,33 dolar AS per barel, atau naik 1,32 dolar AS dari posisi penutupan Selasa.

Minyak mentah "Brent North Sea" London untuk penyerahan Juli, meningkat 1,18 dolar AS menjadi 70,80 dolar AS per barel, setelah sebelumnya sempat mencapai 71,20 dolar AS.

Badan Informasi Energi AS (EIA) Rabu mengatakan, bahwa persediaan minyak mentah Amerika jatuh 4,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 5 Juni, mengindikasikan menguatnya permintaan di negara konsumen energi terbesar dunia.

Itu jauh lebih besar daripada ekspektasi pasar turun 700.000 barel.

"Bullish (pasar bergairah)," yang sebagaiman analis Morgan Stanley Research Hussein Allidina gambarkan sebagai jumlah cadangan minyak mentah baru.

Ia mengatakan bahwa "pasar minyak mentah fisik terlihat menguat, meski kilang penyulingan minyak AS berjalan ... di bawah level tahun lalu."

Torbjorn Kjus, analis pada DnB NOR Markets, mengindikasikan bahwa level rendah minyak mentah dapat mendorong harga meningkat.

Pekan ini, pasar minyak juga mendapatkan dukungan kuat dari melemahnya mata uang AS. Minyak mentah yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih murah untuk para pembeli yang memegang mata uang kuat. Kecenderungan itu menstimulus permintaan dan mendorong harga minyak naik.

Karena harga minyak mentah berjangka dua kali lipat dari posisi Desember, beberapa analis yakin "rally" (kenaikan panjang) yang terjadi dipicu oleh spekulasi di tengah kenaikan tipis permintaan.

"Kami melihat beberapa faktor yang mempengaruhi harga. Salah satu faktor adalah para pedagang terlihat menjaga minyaknya di luar pasar, menyimpan minyaknya di tanker-tanker seluruh dunia dan meninggu harga minyak bergerak naik," kata Frederic Dickson, kepala strategi pasar untuk DA Davidson & Co.

Dia juga mencatat "perdagangan spekulasi, yang mencerminkan aliran dari beberapa likuiditas besar-besaran yang dipompakan oleh bank-bank sentral global ke dalam ekonomi ..... mendorong harga naik."

Harga minyak telah merosot sejak mencapai puncak lebih dari 147 dolar AS per barel pada Juli, karena krisis ekonomi dan keuangan global telah mengurangi permintaan energi.

Perusahaan energi Inggris BP Rabu mengatakan, bahwa konsumsi minyak global turun 0,6 persen pada 2008, penurunan tahunann pertama sejak 1993 dan penurunan terbesar sejak 1982, karena penurunan ekonomi memangkas permintaan.

Perusahaan mengatakan, produksi minyak global naik menjadi 81,8 juta barel per hari pada 2008 dar tahun sebelumnya. Namun demikian, konsumsi seluruh dunia berkurang 420.000 barel per hari.

Kepala eksekutif BP Tony Hayward pada Rabu, juga memproyeksikan harga minyak dunia akan diperdagangkan antara 60-90 dolar AS per barel dalam tahun-tahun mendatang.

"Saya pikir itu adalah sebuah argumentasi rasional, untuk dimana kami hari ini, bahwa harga minyak akan berada pada kisaran antara 60-90 dolar AS," kata Hayward.

Negara-negara produsen minyak memerlukan harga di atas 60 dolar AS untuk menyeimbangkan pembukuan mereka, sementara konsumen konsumen tampak nyaman dengan harga di bawah 90 dolar AS, komentar dia.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009