Kupang (ANTARA News) - Mantan Wakil Panglima Pejuang Pro Integrasi Timor-Timur, Eurico Guteres, meminta pemerintah Indonesia untuk mengakui mendiang Joao da Silva Tavares sebagai pahlawan nasional.

"Kami minta pemerintah untuk menghargai jasa-jasa Tavares untuk bangsa ini, semenjak masih hidup, terutama ketika terjadi gejolak di Timor-Timur akan pisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tahun 1999 silam," katanya ketika dihubungi lewat telepon genggamnya dari Kupang, Kamis malam.

Guteres mengungkapkan permintaan itu usai menghantar jenasah mantan Panglima Pejuang Pro Integrasi Timor-Timur itu untuk dimakamkan secara militer di taman makam pahlawan Seroja Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis petang.

Menurut Guteres, mantan panglima pejuang pro integrasi Timor Timur itu, bersama TNI berjasa dalam membela NKRI di Timor-Timur yang kini telah menjadi negara merdeka dengan nama Republic Demokrat Timor Leste.

"Saya minta pemerintah tidak menutup mata terhadap jasa-jasa beliau dengan memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai pahlawan nasional seperti pejuang lain di Indonesia yang telah mendapat penghargaan serupa," katanya.

Ia mengaku kehilangan dan merasakan kesedihan yang mendalam, namun dirinya bersama pejuang lain yang masih hidup dan akan tetap melanjutkan perjuangan.

"Sekalipun Tavares secara fisik tidak ada lagi, tetapi semangat juang dan komitmen beliau masih ada di tengah-tengah kami dan terus memotivasi kami untuk melanjutkan perjuangannya," katanya dengan suara terbata-bata.

Eurico juga mengaku kecewa dengan pemerintah yang dinilai berlaku diskriminatif terhadap pejuang eks Timtim yang hingga kini mengalami nasib tidak tentu di Timor bagian barat NTT khususnya dan memperbaiki kesejahteraan hidup para pejuang eks Timor Timur di Indonesia umumnya.

Ketua DPW PAN NTT ini lebih lanjut menuntut pemerintah memperhatikan nasib para pejuang integrasi Timtim yang sudah merelakan harta benda dan tanah kelahirannya untuk membela Merah Putih.

Joao da Silva Tavares meninggal dunia di rumah sakit Sitohusada Atambua pada Senin 8 Juni lalu pada usia 77 tahun, setelah menderita stroke sejak bulan Januari lalu. Ia meninggalkan seorang isteri dan lima orang anak.

Tokoh yang semasa hidupnya cukup dekat dengan tokoh nasional seperti Prabowo Subyanto, Kiki Syahnarki, Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono itu telah dimakamkan secara militer di taman makam pahlawan Saroja Atambua, siang tadi dengan inspektur upacara Komandan Kodim 1608 Belu, Letkol Infanteri Julius Hotman Hotahaean. (*)

Pewarta: mansy
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009