Jakarta (ANTARA News) - Kalangan ulama di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), mengimbau pemerintah agar mendengar pendapat dan fatwa ulama terkait penggunaan vaksin meningitis yang disuntikkan kepada calon jemaah haji.

"Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan RI jangan memutuskan sendiri bisa atau tidaknya vaksin meningitis itu," kata Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk Faisal Aly saat dihubungi dari Jakarta, Minggu.

Apalagi, ia mengatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan penggunaan vaksin meningitis karena diduga mengandung lemak babi, yang diharamkan dalam ajaran Islam.

Vaksin meningitis yang diduga mengandung lemak babi pertama kali ditemukan Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Sumatra Selatan (Sumsel).

Ketua MUI Sumsel KH Sodikun, Senin (27/4) menegaskan, apa yang disampaikan LPPOM MUI Sumsel bersama para pakar sudah melalui diskusi dan pengkajian. "Hasil kajian MUI Sumsel ini sudah kami sampaikan ke MUI pusat melalui forum Rakernas MUI pada November 2008 di Jakarta. Namun apa yang kami sampaikan sampai kini belum ada respon baik dari Menteri Agama dan Menteri Kesehatan," ujarnya.

Menurut Sekretaris MUI Sumsel KH Ayik Farid, "Dalam Rakernas MUI sudah kami sampaikan bahwa proses pembuatan vaksin meningitis tersebut menggunakan enzim porchin dari binatang babi. LPPOM MUI Pusat juga sudah mengakui itu, namun karena sudah ada kontrak pengadaan vaksin tersebut selama lima tahun maka penggunaannya tidak bisa diganti."

Ayik Farid juga mengakui, bahwa temuan MUI Sumsel tersebut sudah melewati forum diskusi dengan para pakar, di antaranya pakar farmakologi Prof Dr T Kamaluddin Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya (Unsri), pakar penyakit dalam dan pakar dokter anak.

Penggunaan vaksin itu pada setiap calon jemaah haji Indonesia, sudah menjadi persyaratan mutlak dari Pemerintah Arab Saudi. Penggunaan vaksin meningitis untuk menghindari radang selaput otak kepada calon jemaah haji yang ingin masuk ke Arab Saudi.

Sekjen HUDA juga menyesalkan pernyataan Menkes RI Siti Fadillah Supari, yang menyatakan masalah bisa tidaknya penggunaan vaksin tersebut hanya Departemen Kesehatan.

"Kami menganggap pernyataan itu memperlihatkan ketidakpahaman Menkes dalam mekanisme penentuan hukum dalam Islam," kata Faisal Aly menambahkan.

Dijelaskan, sesuai fungsinya, diminta atau tidak maka ulama wajib mengeluarkan fatwa, khususnya terkait dengan masalah umat Islam.

"Pemerintah berkewajiban meminta fatwa ulama sebelum mengeluarkan sebuah kebijakan yang berkaitan dengan umat Islam," katanya menambahkan.

Sekjen HUDA juga mengimbau MUI agar memperhatikan semua pendapat ahli Fiqh yang telah memutuskan beberapa syarat wajib haji.

"Kalau ada sesuatu yang merugikan umat maka MUI tidak perlu menghiraukan pernyataan Depkes soal penggunaan vaksin meningitis bagi calon jamaah haji," kata Faisal Aly menambahkan.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009