Jakarta (ANTARA) - Advokat Restrukturisasi dari Pusat Advokasi dan Restrukturisasi Bisnis Indonesia Ivan Garda meminta pelaku usaha tidak hanya mengandalkan fasilitas restrukturisasi dari pemerintah saja.

"Pelaku usaha tidak bisa hanya mengandalkan fasilitas restrukturisasi dari pemerintah. Sebab program restrukturisasi dari pemerintah bersifat stimulus sehingga tidak mempunyai kemampuan komprehensif untuk melakukan penyelamatan sektor riil," ujar Ivan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Namun, bukan berarti program restrukturisasi yang ditawarkan pemerintah harus diabaikan. Malah sebaliknya harus dimanfaatkan dan dimaksimalkan sepanjang sesuai dengan kebutuhan debitor.

"Langkah inisiatif restrukturisasi dari debitor secara mandiri jauh lebih penting dalam menyelamatkan usaha. Dalam melakukan inisiatif restrukturisasi mandiri dapat digunakan cara nonlitigasi dan litigasi," kata dia.

Baca juga: Bappenas restrukturisasi program kementerian dan lembaga

Baca juga: Pemerintah siapkan likuiditas untuk bank akibat restrukturisasi kredit


Jika diilustrasikan pada mobil yang mogok, program pemerintah hanya memberi stimulus berupa pelumas saja. Sedangkan bensin, perbaikan mesin, dan sebagainya harus diupayakan secara mandiri.

Terkait upaya restrukturisasi mandiri, untuk debitor yang relasi kewajibannya sederhana, misalnya hanya memiliki satu kreditor saja, maka cara nonlitigasi bisa sangat efektif dengan tunduk pada asas-asas KUHPerdata.

"Sedangkan untuk debitor yang memiliki kewajiban yang kompleks terhadap para kreditor maka cara litigasi sangat diperlukan," kata dia.

Cara ligitasi dengan memanfaatkan berbagai fasilitas perlindungan hukum dalam Undang-Undang Tahun 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUPKPU).

Untuk saat ini UUPKPU merupakan regulasi yang paling komprehensif memfasilitasi restrukturisasi kewajiban debitor pada kreditor.

Berikut tiga langkah restrukturisasi dengan cara litigasi. Pertama, melakukan penilaian kemampuan usaha yang selanjutnya dibandingkan terhadap kewajiban-kewajiban yang ada.

Kedua, mengaktualisasikan proyeksi dalam proposal yang diajukan pada para kreditor dengan tujuan agar utang dapat terkendali. Restrukturisasi yang baik mengarahkan debitor menjadi pengendali utang, sebaliknya restrukturisasi yang tidak berkualitas justru menempatkan posisi utang sebagai pengendali debitor.

Ketiga,menuangkan hasil restrukturisasi tersebut dalam bentuk kesepakatan atau jika ditempuh metode litigasi menuangkan dalam bentuk putusan pengadilan. Langkah formal itu penting untuk menjamin adanya kepastian hukum atas restrukturisasi tersebut.

"Langkah-langkah itu tidak mudah, karena membutuhkan kemampuan perhitungan bisnis yang cermat. Apalagi jika dibandingkan dengan krisis gigantik akibat COVID-19 yang sudah dikategorikan bencana nasional. Namun, saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan sektor usaha, yang mana langkah restrukturisasi menjadi langkah yang paling memiliki dampak pada saat ini," kata dia.*

Baca juga: LPDB restrukturisasi kredit dan dampingi KUMKM terdampak COVID-19

Baca juga: MTF restrukturisasi kredit 3.248 nasabah terdampak COVID-19

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2020