Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset yang dilakukan Citra Publik Indonesia (CPI) menunjukkan bahwa pendudkung utama pemilihan presiden (pilpres) satu putaran adalah lapisan masyarakat awam dan bawah (grass root), sementara mereka yang tidak setuju adalah lingkaran elit politik perkotaan, kata Direktur CPI Hendrasmo.

Riset tersebut dilakukan pada minggu kedua Juni 2009 yang menggunakan metode "Focus Group Discussion (FGD) dan Depth Interview" kepada sejumlah segmen politik di beberapa daerah Indonesia, katanya di Jakarta, Sabtu.

Menurut Hendrasmo, mayoritas grass root atau sekitar 90 persen yang diteliti, menginginkan pilpres dapat selesai satu putaran saja, dengan alasan beragam, antara lain sebagain mereka merasa jenuh sudah terus memilih sejak pilkada gubernur, bupati/walikota, dan pemilu legislatif.

Sebagian pendukung pilpres satu putaran yang berasalan untuk biaya anggaran negara yang nilainya triliunan rupiah. "Mereka merasa bahwa hidup saat ini sedang sulit dan kegiatan berhemat menjadi pilihan," katanya.

Selain itu, sebagian pendukung pilpres satu putaran juga karena alasan politik yang menginginkan pemerintah secepatnya fokus kembali menyelesaikan kehidupan yang masih sulit.

Sebelumnya dalam diskusi publik "Pilpres Satu Putaran Antara Urgensi dan Problematika", yang diadakan Seven Strategic Studies dan KIPP Indonesia itu, Hendrasmo mengatakan, sungguh pun mayoritas grass root ini setuju satu putaran, namun mereka tidak mengetahui aturan pilpres ini.

"Mereka tidak mengerti bahwa ada aturan UU bahwa untuk menang satu putaran, kandidat tidak hanya harus menang 50 persen + 1 secara nasional, tetapi juga harus minimal memperoleh 20 persen suara di 17 provinsi," katanya.

Sementara pandangan elit perkotaan terhadap pilpres satu putaran, katanya, lebih beragam. Di segmen ini, mayoritas pemilih tidak ingin menilai proses demokrasi satu putaran atau dua putaran dengan alasan efisiensi ekonomi.

Menurut Hendrasmo, lingkaran politik yang lebih pro ke pasangan Mega-Prabowo atau JK-Win umumnya tidak setuju ide pilpres satu putaran. Mereka lebih menghendaki pilpres dua putaran saja, dengan alasan pemilih bisa lebih mengenal calon presidennya.

Kendati demikian, katanya, elit perkotaan yang bergerak di dunia usaha lebih menyukai pilpres satu putaran saja, dengan alasan sangat praktis seperti dunia usaha butuh kepastian politik, bulan Juli 2009 sudah diketahui presiden Indonesia terpilih.

Hendrasmo mengatakan, berdasarkan hasil riset CPI bahwa pilpres satu putaran sangat mungkin terwujud, karena mayoritas pemilih seperti tergambar dalam "FGD dan Dept Interview" menyetujui gagsan pilpres satu putaran.

"Ibarat pilpres satu putara itu biji tanaman, public mood saat ini adalah tanahnya, yang ternyata sangat subur untuk ditumbuhi gagasan pilpres satu putaran saja," ujarnya.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009