Jakarta (ANTARA News) - Mayoritas responden khususnya pendukung tiga pasangan di DKI Jakarta menyetujui pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) satu putaran saja, pada 8 Juli 2009, demikian hasil survei Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LSKP).

Direktur LSKP Sunarto Ciptoharjono dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengatakan, survei tersebut dilakukan pada 20-25 Juni 2009, menggunakan sampel 440 responden di wilayah Jakarta dengan metode sampapel acak bertingkat, tingkat kesalahan 4,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Menurut Sunarto, hasil survei itu mengungkapkan mayoritas responden (89,1 persen) setuju terhadap pilpres satu putaran, 8,8 persen responden tidak setuju dan 2,1 persen responden menjawab tidak tahu.

Kejutan dari survei ini, mayoritas pendukung tiga pasangan kandidat setuju pilpres satu putaran, dengan tingkat dukungan pilpres satu putaran terbesar ditempati responden pendukung pasangan SBY-Boediono (94,8 persen).

Sejumlah 73,8 persen responden pendukung pasangan Megawati-Prabowo juga menyatakan setuju pilpres satu putaran, dan 70,5 persen responden pendukung pasangan JK-Win setuju dengan pilpres satu putaran.

Sedangkan, tingkat penolakan pilpres satu putaran hanya diikuti sebagian kecil responden pendukung tiga pasangan capres pada pilpres 2009, penolakan tersebar diungkapan responden pendukung JK-Win (29,4 persen) dan responden pendukung Mega-Pro (21,4 persen).

Dalam survei juga ditanyakan siapa pasangan yang paling berpeluang seandainya pilpres berlangsung satu putaran, yakni mayoritas (83,2 persen) responden memilih pasangan SBY-Boediono, sedang 5,5 persen responden memilih pasangan Mega-Pro dan 3,5 persen responden memilih pasangan JK-Win, sisanya (7,8 persen) menjawab tidak tahu.

Ketika ditanyakan alasan responden menyukai pilpres satu putaran, jawabannya adalah 57,7 persen responden beralasan menghemat biaya, 18,3 persen responden ingin pemilu cepat selesai, 12,2 persen responden beralasan agar pemerinthan cepat terbentuk dan 10,1 peren rsponden khawatir jika pilpres ke putaran kedua akan terjadi konflik antar pendukung.

Sedangkan responden yang tidak menyukai pilpres satu putaran, menyebutkan 15 persen berasalan pilpres bisa lebih dari satu putaran, 33,3 peren responden bisa mengenal visi dan program pasangan, 20,6 persen berasalan lebih mungkin mendapat pasangan terbaik.

Sebanyak 20,6 persen responden berasalan lebih mungkin mendapat pasangan yang diterima semua rakyat, dan 17,5 persen beralasan ingin lebih mengenal pasangan capres-cawapres.

Sunarto mengatakan, survei LSKP tersebut menyimpulkan bahwa masyarakat menghendaki pemilu satu putaran saja. Disaat ekonomi yang sulit seperti saat ini, pilpres dengan dua putaran dianggap akan menghamburkan uang negara, yang seharusnya bisa dipakai untuk pembangunan.

"Dengan pilpres satu putaran, pemerintah juga dianggap bisa lebih cepat fokus mengurus rakyat kembali dan dianggap bisa mendukung kepastian politik lebih cepat dicapai yang menjadi prasyarat masuknya investasi demi perputaran roda perputaran perekomian," katanya.

Sementara itu pengamat politik yang juga guru besar UIN Jakarta Prof Dr Bachtiar Effendi mengatakan, seharus survei LSKP tidak hanya mengambil sampel responden di wilayah Jakarta, tetappi juga di wilayah lain di Indonesia agar hasilnya tidak bias.(*)

Pewarta: handr
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009