Jakarta (ANTARA News) - Amerika Serikat (AS) dinilai memiliki utang budi untuk memulihkan kembali pencitraan Irak di mata dunia internasional untuk memudahkan proses rehabilitasi dan keluar dari krisis menyusul penarikan pasukan AS.

"AS berutang budi mengembalikan pencitraan Irak seperti sebelum negara itu mengalami invasi militer asing di dalam negeri," ujar pemerhati Timur Tengah, Rais Abin, di Jakarta, Rabu.

Rais mengatakan, dengan pencitraan yang baik di mata dunia internasional, maka Irak diharapkan mampu ke luar dari krisis yang dialami hingga kini, setelah negeri itu berperang melawan sekutu AS demi mempertahankan kedaulatan negaranya.

Dewasa ini, Irak selalu diganggu oleh media-media barat melalui pemberitaan negatif bahwa negara itu tidak mampu keluar dari krisis. Padahal, Irak adalah korban invasi militer yang dipimpin oleh AS.

Dunia juga diharapkan bisa memiliki persepsi yang sama terhadap Irak, bahwa negeri seribu satu malam itu pernah diobrak-abrik dan kini berusaha mati-matian di tengah krisis dalam negeri untuk ke luar dari konflik.

"Irak sekarang berusaha menyesuaikan diri dengan negara-negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB hendaknya memberikan penilaian positif terhadap mereka (Irak)," ujarnya.

Indonesia sebagai salah satu anggota PBB dan mempunyai hubungan diplomatik dengan Irak, menurut Rais, harus tetap mendukung Irak sebagai suatu negara yang berdaulat dan membantu negara itu ke luar dari krisis.

"Artinya, Indonesia bisa membantu Irak dengan memberikan fasilitas. Namun untuk saat ini, Indonesia dapat membantu dengan meluruskan pemberitaan negatif mengenai Irak," katanya.

Terhitung 1 Juli 2009, pasukan keamanan Irak mulai bertanggung jawab atas keamanan di negara itu karena AS menarik pasukannya berdasarkan kesepakatan keamanan kedua negara yang ditandatangani tahun lalu.

Penarikan pada 30 Juni itu merupakan pendahuluan bagi penarikan penuh pasukan AS dari Irak pada akhir 2011.

Sebagian besar rakyat Irak merayakan pesta sebagai bentuk kegembiraan atas penarikan pasukan asing itu, namun beberapa pekan terakhir terjadi sejumlah ancaman teror bom yang menewaskan ratusan orang.

Perdana Menteri Irak dan para pejabat senior pemerintah menegaskan bahwa 750.000 tentara dan polisi Irak mampu mempertahankan negara dari serangan yang dilakukan jaringan Al Qaida dan pasukan yang loyal kepada diktator Saddam Hussein itu.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009