Padang (ANTARA News) - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, dr. Masrul, menilai pengobatan dan khitanan massal ataupun katarak gratis kini kurang tepat lagi karena beresiko tinggi dan masyarakat sudah mendapat kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

"Sekarang masyarakat yang kurang mampu sudah mempunyai kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Bahkan, Pemkot Padang menerapkan sistem pengobatan gratis dan ongkos bagi masyarakat yang berobat ke puskesmas diganti pula," kata di Padang, Sabtu.

Situasi sekarang, menurut dia, sudah jahh berbeda dengan masa lalu --memang banyak anak-anak yang kurang mampu-- sulit mendapatkan pelayanan kesehatan, tetapi sekarang tinggal membawa kartu Jamkesmas ke rumah sakit atau puskesmas.

Dia mengusulkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yayasan dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang hendak membantu masyarakat kurang mampu, mengbuah pola menjadi fasilitasi pelayanan kesehatan.

"Kegiatan massal apapun bentuknya punya resiko tinggi, apalagi yang berkaitan dengan tindakan medis dan tempat pelaksanaannya pun tidak memadai. Sekarang bagaimana membantu masyarakat yang tidak tahu informasi pelayanan kesehatan. Mereka harus diarahkan berobat ke rumah sakit daerah atau puskesmas," katanya.

Dia mencontohkan, keluarga miskin yang membutuhkan pertolongan khitanan tetapi tidak tahu prosedur, seharusnya difasilitasi ke pihak rumah sakit atau puskesmas.

"Pelaksanaan medis di tempat yang steril, suhu udara stabil, ruangan besar dan kodusif, tentu peluang terjadi resiko akan kecil," katanya.

"Para kepala dinas ketika memberi izin pengobatan massal seperti khitan, katarak dan lainnya merujuk pada UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran," katanya.

Selain itu, pihak puskesmas juga harus mengawasi pelaksanaan khitanan massal, sehingga terjadinya resiko tak diinginkan bisa diatasi dengan cepat.

Sementara itu, organisasi sosial dan lembaga lainnya termasuk pers diminta memberikan penyadaran kepada masyarakat, agar melaksanakan khitanan massal pada tempat yang aman seperti rumah sakit atau puskesmas.

"Berdasarkan pengalaman dilapangan, bahwa dalam 100 tindakan medis, terdapat 2,5 persen mengandung resiko. Namun tinggal bagaimana petugas mampu meminimalisir resiko tersebut," katanya.

Selain itu, tambahnya, bila seorang menangani 20 kasus tentu akan ada energi berkurang, mungkin saja pertama stabil tetapi tiNdakan selanjutnya akan terjadi penurunan.

"Penurunan energi, hal sangat manusiawi. Makanya diperlukan dalam pelaksanaan tindakan medis alat yang memadai dan kejelian petugas serta tempat yang betul-betul aman," katanya.(*)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009