Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro), Hadar N Gumay, berpendapat bahwa penundaan Pilpres seperti diwacanakan sejumlah kalangan, tidak ada gunanya dan tidak akan menyelesaikan masalah.

"Penundaan itu tidak akan menyelesaikan masalah DPT ganda, justru akan menambah masalah baru," kata Hadar, di Jakarta Minggu menyikapi keinginan sejumlah pihak yang menginginkan Pilpres ditunda.

Menurut dia, untuk menyelesaikan masalah DPT tidak perlu harus menunda pelaksanaan Pilpres, namun KPU perlu membuat peraturan KPU baru tentang penggunaan identitas lain seperti KTP, SIM, Kartu Nikah, dan paspor bagi mereka yang belum terdaftar di DPT.

"Perarutan KPU tersebut sebagai payung hukum bagi mereka yang tidak terdaftar dalam DPT agar dapat mengikuti pencontrengan Pilpres 8 Juli nanti," katanya.

Masih terkait dengan aturan baru tersebut, kata Hadar, Mahkamah Konstitusi (MK) harus membatalkan Pasal 28 dan Pasal 111 UU no 42 tahun 2008 tentang Pilpres.

Selain itu, penyelenggara Pilpres juga harus benar-benar mengawasi penggunaan tinta sebagai tanda sudah memilih atau mencentang.

"Jari yang telah mencontreng harus benar-benar dicelup hingga kuku dan kering. Hal itu untuk mengantisipasi pencontrengan ganda," katanya.

Menurut dia, jika tiga persoalan tersebut dilaksanakan maka tidak perlu Pilpres ditunda karena DPT ganda atau banyak pemilih yang belum terdaftar.

Penundaan Pilpres belum tentu dapat menyelesaikan DPT ganda atau pemilih yang belum terdaftar, tetapi justru menimbulkan masalah baru.

Belum lagi dengan persoalan yang semakin rumit akibat pendundaan itu diantaranya, akan menyedot banyak energi termasuk biaya tambahan, dan yang lebih fatal lagi dimungkinkan terjadinya kekosongan kursi kepresidenan.

Sementara penundaan pelaksanaan pilpres yang tujuannya hanya ingin memperbaiki DPT ganda dan pemilih yang tidak terdaftar belum tentu langsung tuntas dalam waktu cepat.

"Namun alangkah baiknya jika saat ini KPU segera membuat Peraturan KPU, dan MK meninjau kembali pasal 111 dan pasal 28 UU no 42 tahun 2008," ujarnya.

Hadar mengatakan, ditunda sampai kapanpun DPT tidak dapat diselesaikan dengan mudah, namun jalan keluarnya adalah bagaimana pemilih yang tidak terdaftar itu bisa memilih dan pemilih ganda itu tidak disalahgunakan.

Setelah semua itu dilaksanakan, kata dia, masyarakat perlu juga melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan jalannya Pilpres.

Karena tidak mungkin panitia pengawas Pemilu (Panwaslu) atau lembaga pemantau pemilu dapat mengawasi pelaksaan pilpres di 416 ribu TPS.

Tidak kalah pengtingnya, KPU atau Banwaslu/Panwaslu harus lebih intensif mensosialisasikan sanksi bagi yang dengan sengaja menyentang lebih dari satu kali dengan ancaman denda maksimal Rp18 juta atau kurungan maksimal 18 bulan penjara.

"Jadi pengawasan ini adalah tugas kita bersama, mari kita kawal Pemilu presiden dan wakil presiden ini dengan sebaik-baiknya," katanya.
(*(

Pewarta: surya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009