Jakarta,(ANTARA News) - Dia tidak lagi bersinar bak meteor di langit. Dia tidak lagi berpijar di jagat bola. Yang tersisa di pelupuk mata penggila bola, hanyalah usia yang menjelang kepala tiga dan membayang serenteng lara.

Dialah Michael Owen yang justru membuat kesengsem manajer "Setan Merah", Sir Alex Ferguson. Old Trafford punya penghuni anyar.

Mosaik lara digenggam Owen. Kondisi fisiknya terbilang ringkih karena kerap dibekap cedera, klubnya Newcastle United tergusur ke ajang Championship, posisinya terlempar dari timnas Inggris.

Arsitek Three Lions asal Italia Fabio Capello menganggap striker berusia 29 tahun itu "sudah habis". Belakangan eks pilar Liverpool itu disebut-sebut akan merapat ke Hull City. Ironi merebak, sejuta tanya menggantung di benak publik.

Bak petir di siang bolong, Fergie dikabarkan terlibat pembicaraan serius bersama dengan Owen. Kontan, bacot media Inggris menyihir publik dengan aneka warta, salah satunya Owen akan mengantongi 50 ribu pound (sekitar Rp835 juta) per pekan jika mulus mendaratkan prestasi bagi kubu Manchester United. Quo vadis Owen?

Tersedak oleh onggokan prestasi di Liga Primer dan sederet prestasi di daratan Eropa, manajer gaek asal Skotlandia itu diterpa tanda tanya. Inikah aksi rolet di pertengahan tahun 2009 setelah hengkangnya Cristiano Ronaldo dan Carlos Tevez?

CR7 merapat ke Real Madrid dengan kostum anyarnya CR9, Tevez besar kemungkinan hijrah ke Manchester City. Jawaban atas dua pertanyaan itu: mereka memburu yang oleh organisasi bisnis disebut- sebagai efek "excellent".

Dan Owen terbaptis sebagai sosok yang terus bergulat dan berjibaku bersama tata nilai budaya dan tata nilai etos laga bola di jagat pascamodern berlabel Liga Primer.

Ada perspektif yang mau digelontorkan, ada perspektif yang mau dicangkokan, karena motor bisnis di era serba purna modern ini menuntut kelihaian untuk terluput dari jebakan terlalu percaya diri (over confident). Inilah yang mau dikobarkan dan dilawan oleh Ferguson ketika merekrut bintang tua Owen.

Boleh jadi inilah efek Owen yang dirumuskan oleh Ferguson, bahwa "kita harus tahu siapa kita, sebelum kita coba meyakinkan orang lain". Efek Owen melabrak perusahaan yang kerap mempromosikan atribut produk yang sebenarnya tidak penting banget di mata konsumen.

Efek Owen mengkritik perusahaan yang terlalu berorientasi ke pesaing (competitor oriented), akibatnya lupa membangun posisi merek di benak konsumen. Waah!

Ringkasnya, efek Owen merujuk kepada penegasan bahwa tidak semua tujuan merupakan tujuan akhir. Nilai tertinggi mesti merupakan tujuan terakhir. Dirumuskan secara positif, "Kalau hanya ada satu tujuan terakhir, itulah yang kita cari. Kalau ada beberapa tujuan terakhir, maka yang paling sempurna di antara tujuan-tujuan terakhir itu yang kita cari."

Abrakadabra...Owen bangkit dari kubur. Ferguson menyematkan sekuntum kesempatan. Bintang Owen diharapkan kembali bersinar kinclong di Liga Primer. "Bagi saya, inilah kesempatan fantastis. Dan saya siap bertepuk tangan lagi," kata Owen dalam laman Manchester United. "Saya ingin berterimakasih kepada Sir Alex atas kepercayaan yang diberikan. Saya ingin membayar kontan dengan mencetak gol".

Selama dua tahun, Owen bakal bertengger dan berkoar di lini depan bersama dengan striker Wayne Rooney dan Dimitar Berbatov.

Barisan pertahanan lawan perlu kerja keras dengan tambahan amunisi yang dilakukan Ferguson. Dan Owen bergabung ke United dengan status "free transfer" meski media Inggris menulis bahwa kontrak itu didasarkan kepada sejumlah insentif. Boleh jadi berlaku ujaran, tidak ada makan siang yang gratis.

Sejumlah koran Inggris mengaku terkejut dengan keputusan Ferguson. Kepindahan Owen dianggap perilaku menghamburkan uang.

Reaksi ini mengingatkan kepada salah satu ranjau dari perusahaan yang ingin bergenit ria dengan "brand positioning". Bukankah ada perusahaan yang terlalu banyak berinvestasi ke perbedaan produk (differentiation investment), tetapi perbedaan itu justru mudah ditiru.

Bagi efek Owen, "Kalau kita menjanjikan sesuatu yang gampang ditiru dengan biaya yang besar, maka perusahaan akan terjebak dalam kerugian tanpa sempat menikmati keuntungan." Bukankah Owen yang telah melesakkan sepuluh gol di musim lalu itu melafalkan syahadat "membayar sesuai dengan penampilan"?

Ferguson menggamit sebuah "positioning" dalam bisnis bahwa tidak ada perjudian dan tidak ada langkah setengah hati ketika sejarah telah menyentuh sosok sekaliber Owen. Ferguson mewarisi skeptisisme khas Inggris yang mengacu kepada hidup yang sungguh-sungguh aktif, karena itulah kiranya kehidupan yang sebenarnya.

Sentilan pers Inggris dijawab Ferguson dengan mengutarakan sebuah perumpamaan bahwa adanya seekor burung walet belum berarti musim semi sudah tiba. "Kita menjadi adil dengan bertindak adil, tahu diri dengan mengambil sikap tahu diri, berani dengan bertindak secara berani pula". Inilah sejatinya efek Owen untuk menjawab kritik pers setempat.

"Ia (Owen) tidak mampu bertahan dalam sebuah laga," tulis harian Daily Mail. "Ia mudah diterpa cedera engkel. Ketika ia kembali tampil, lututnya mudah cedera". Harian Guardian menyoroti langkah Fergie secara positif.

"Semuanya itu terpicu olehpindahnya Cristiano Ronaldo. United tidak lagi bebas menentukan dan mengambil langkah," tulis surat kabar itu, seperti dikutip dari AFP.

Surat kabar tersebut juga menggarisbawahi sejarah Ferguson yang kerap berjudi dengan kehadiran pemain seperti Eric Cantona dan Laurent Blanc, yang nota bene menjadi legenda Old Trafford.

Bahkan harian Daily Express menyebut kehadiran Owen bukan sekedar mendukung ketajaman Wayne Rooney dan Dimitar Berbatov, melainkan memotivasi bakat muda seperti Federico Macheda.

Mantan striker timnas Inggris dan pemain Arsenal, Ian Wright menulis di harian Sun bahwa Owen agaknya "kehilangan sentuhan sejatinya " di tahun-tahun mendatang. "Ia memerlukan suntikan semangat dan Ferguson mengetahui dan menyediakannya," tulis Wright.

Arsitek berusia 67 tahun itu merumuskan efek Owen bahwa apabila kita sudah menjadi sosok pemberani, kita lebih mudah bertahan terhadap yang menakutkan. Seseorang tahu diri apabila ia mampu menahan diri dari nikmat jasmani. Ia disebut sebagai pengecut apabila ia merasa sakit dalam segala bahaya.

Menurut filsuf Yunani klasik Herakleitos, lebih sulit bergulat dengan nikmat daripada dengan kemarahan. Inilah efek Owen bagi publik pecinta laga bola kehidupan.(*)

Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2009