Jakarta (ANTARA News) - Surat pembaca yang dikirimkan kepada suatu media merupakan tanggung jawab sang penulis termasuk juga redaktur yang menyuguhkan surat tersebut kepada para pembaca medianya.

Hal tersebut dikemukakan dalam pemaparan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Timur dalam sidang putusan kasus pencemaran nama baik di Jakarta, Rabu.

Kasus pencemaran nama baik yang diputuskan tersebut melibatkan Khoe Seng Seng (44) alias Aseng sebagai terdakwa karena dianggap mencemarkan PT Duta Pertiwi, perusahaan pengembang yang menjual kios di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, kepada Aseng.

Menurut Majelis Hakim yang dipimpin Robinson Tarigan, Aseng melakukan pencemaran nama baik dengan mengirimkan surat keluhan terhadap PT Duta Pertiwi yang ditampilkan di sejumlah media pada medio 2006.

Aseng menuliskan dalam surat pembaca itu bahwa PT Duta Pertiwi tidak pernah memberitahukan bahwa status tanah tempat berdirinya ITC Mangga Dua adalah milik Pemprov DKI Jakarta.

Hal itu diketahui setelah Aseng ingin memperpanjang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang ternyata statusnya bukan HGB murni tetapi HGB di atas tanah hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov DKI.

Namun, hakim memaparkan Aseng telah mengetahui tentang status tersebut dalam rapat pada September 2006 antara pengembang dan pemilik kios serta dihadiri juga oleh staf Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Majelis hakim menyatakan Aseng telah terbukti bersalah melakukan pencemaran nama baik kepada PT Duta Pertiwi dan menghukumnya dengan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

Dalam cuplikan putusannya, hakim menyatakan bahwa berdasarkan keterangan saksi ahli dalam persidangan sebelumnya, yaitu Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, penulis dan redaksi media bisa dimintai pertanggungjawabannya terhadap surat pembaca yang disebarkan oleh media tersebut.

Sebelumnya, Leo Batubara mengatakan semua media sepakat bahwa surat pembaca adalah termasuk tanggung jawab dari redaksi, yang juga terkait dengan Undang-Undang Pers.

Adanya tanggung jawab itu, menurut Leo, karena segala yang ditampilkan media telah melalui proses intervensi dalam hal redaksionalnya.

"Sudah jelas bahwa tulisan yang ditampilkan dalam media dapat disebut sebagai karya jurnalistik bila sudah ada campur tangan redaksional," katanya.

Untuk itu, Leo meminta agar bila terdapat ketidaksetujuan atas isi surat pembaca agar diselesaikan juga melalui UU Pers dan jangan melalui pasal-pasal ketentuan pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (*)

Pewarta: bwahy
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009