Bandung (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan vaksin meningitis itu tidak boleh dipakai karena menggunakan enzim babi, tapi boleh digunakan bagi yang akan berangkat haji karena sifatnya darurat dan hanya sekali.

"Dalam perumusan tentang hukum vaksin meningitis saya sendiri terlibat dalam memutuskannya di Jakarta dan semua sepakat hukumnya najis atau haram," kata Ketua MUI Jabar KH Hafidz Usman kepada wartawan disela-sela Rakerda MUI Kota Bandung, Sabtu.

Ia menjelaskan, karena vaksin itu sangat dibutuhkan bagi yang melakukan ibadah haji, maka hukumnya boleh karena darurat dan itu pun hanya sekali.

"Jika orang yang divaksin meningitis kembali berangkat lagi ke Mekkah dan divaksin lagi maka itu hukumnya haram," katanya.

Dikatakan haram karena setelah dipertanyakan kepada pabrik pembuat vaksin tersebut di Belgia, mereka menyatakan memang benar vaksin tersebut terbuat dari enzim babi.

"Vaksin itu haram untuk dikonsumsi tapi karena tidak ada obat lain maka dalam kondisi darurat diperbolehkan bagi mereka yang akan berangkat haji dan itu pun hanya sekali," tegasnya lagi.

Disinggung mengapa MUI tidak mencari alternatif lain untuk mengganti vaksin tersebut, Usman mengatakan MUI hanya mengatasi masalah hukum, maka jika ada sesuatu yang bertentangan atau belum diketahui hukumnya maka MUI menjawab.

"Kita hanya mengurusi permasalahan hukum, jika ada yang bertanya akan kita jawab. Sedangkan untuk mencari masalah obat lain itu urusan pemerintah karena mereka yang berwenang," tegasnya.

Namun, lanjutnya, hingga kini MUI belum bisa menentukan sampai kapan vaksin tersebut bisa digunakan, karena selama dalam keadaan darurat dan belum ada obat lain maka tidak bisa ditentukan sampai kapan.

"Kita tidak bisa beri batasan waktu sampai kapan, yang pasti selama pemerintah belum menemukan obat alternatif maka kita tidak bisa menentukan kapan batasan waktu penggunaan vaksin tersebut," tambahnya.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009