Samarinda (ANTARA News) - Kabupaten Nunukan di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), diperkirakan menjadi salah satu wilayah transit jaringan teroris organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang terlibat dalam setiap aksi ledakan bom di Indonesia.

"Saya mengatakan demikian, karena dulu Kaltim memang di bawah wilayah gerak saya. Tapi saya tidak menjadikannya sebagai wilayah target operasi, tapi hanya untuk wilayah transit saja, dan saya yakin sampai sekarang pun Nunukan masih tetap dijadikan sebagai transit oleh jaringan teroris," kata Nasir Abbas, mantan Ketua Wilayah III Jamaah Islamiyah (JI) di Samarinda, Senin.

Ia mengakui, Nunukan dipilih sebagai tempat transit karena memang dinilai cukup strategis. Karena berada di wilayah perbatasan yang menghubungkan langsung dengan Negara Malaysia serta ke sejumlah negara lainnya yang menjadi jaringan mereka.

"Selain itu, tingkat pengawasan di Nunukan itu juga tidak terlalu ketat, sehingga lebih mudah bagi jaringan teroris untuk keluar masuk ke negara-negara lainnya yang menjadi basis mereka," kata Nasir.

Oleh karena itulah, Kaltim hingga saat ini masih aman-aman saja dan tidak pernah terjadi gejolak ataupun terkait dengan teror bom. Karena Kaltim dinilai bukan sebagai obyek perhatian dunia yang menjadi sasaran jaringan teroris.

"Berbeda kondisinya dengan Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton yang beberapa waktu lalu diledakkan, adalah salah satu objek vital dunia yang sudah dikenal, makanya menjadi sasaran untuk diledakkan," tegas Nasir Abas.

Nasir juga menilai kelompok Noordin Mohammad Top yang terlibat dalam ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jumat (17/7) lalu adalah bentuk penolakan terhadap penambahan pasukan Amerika Serikat di Afganistan yang akan menghambat gerak Al Qaeda dan Taliban yang diidolakan oleh Noordin.

"Saya katakan aksi peledakan itu dilakukan kelompoknya Noordin. Karena ciri dan modus operandinya sama seperti dahulu waktu peledakan bom bunuh diri di Bali tahun 2005, yakni sasarannya dan korbannya," ujarnya.

Ia mengakui untuk menangkap kelompok Noordin saat ini sudah sangat sulit dilakukan sebab jaringan Noordin selalu diisi oleh orang-orang baru dan langsung dilibatkan dalam aksi selanjutnya.

Selain itu, katanya, penelusurannya pun akan kesulitan, kepiawaian Noordin itu dengan tidak adanya catatan atau data base dari pihak-pihak yang pernah dilibatkan oleh Noordin.

"Saya paham akan Noordin karena dia adalah salah satu anggota saya pada 1996-1997, termasuk Dr Azhari. Namun karena saya pada tahun 1997 dipindah ke Sabah, Malaysia, untuk membina wilayah III sehingga kontak dengan Noordin terputus. Saya ditawari untuk membantu Indonesia untuk menangkap mereka, mudah-mudahan, Insya Allah," ujarnya.

Ia mengatakan untuk menjabat Ketua Wilayah III JI, Nasir Abbas sudah dibekali sejumlah keahlian. Tiga tahun, dia belajar perang di Akademi Militer (Akmil) Mujahidin di Afganistan dan tiga tahun kemudian mengajar di sana sebagai instruktur perang.

"Saya ikut melatih perang, termasuk Noordin dan Dr Azhari itu, tapi sampai saat ini saya berkata jujur bahwa saya ini tak pernah membunuh orang. Dan sebelum Ketua Wilayah III, saya ini komandan, instruktur, dosen khusus untuk mengajar perang kepada mereka-mereka yang nantinya akan diturunkan ke lapangan," terangnya.

Di Samarinda, Nasir Abas, menjadi narasumber dalam lokakarya antiterorisme di Kantor Gubernur Kaltim, Senin (27/7). Lokakarya digelar secara tertutup, diikuti jajaran Polri, TNI, dan Komunitas Intelijen Daerah.

Nasir Abbas dan Fauzi, dua mantan aktivis JI, sengaja dihadirkan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI dalam forum tersebut.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009