Baquba, Irak (ANTARA News/AFP) - Militer Irak Selasa merebut kendali markas oposisi bersenjata penting Iran di pengasingan setelah berbulan-bulan konflik menegangkan, beberapa pejabat militer mengatakan.

Serangan atas Kamp Ashraf, yang dilucuti senjatanya oleh AS pada 2003 dan dikepung oleh pasukan Amerika hingga belum lama ini, bertepatan dengan kunjungan Menhan AS Robert Gates.

Serangan itu, yang satu sumber polisi katakan menyebabkan 15 orang terluka, tiba setelah Mujahidin Rakyat mengatakan mereka siap untuk kembali ke Iran jika pemerintah negara itu mau menjamin anggotanya untuk tidak disiksa.

"Setelah kegagalan pembicaraan dengan Mujahidin untuk masuk secara damai, militer Irak masuk Kamp Ashraf dengan kekuatan dan sekarang mengusai seluruh bagian dalam dan semua jalan masuk ke kamp itu," satu sumber militer Irak mengatakan.

"Tidak ada yang terluka, hanya teriakan dan hinaan dari warga kamp."

Satu sumber polisi mengatakan kemudian, bagaimanapun, bahwa 15 warga kamp terluka, tiga dari mereka serius, ketika polisi anti- kerusuhan yang dipanggil oleh militer untuk memadamkan kerusuhan di kamp itu mulai memukuli warga.

Kamp Ashraf terletak di provinsi Diyala di utara Baghdad dan menampung sekitar 3.500 pendukung Mujahidin dan keluarga mereka. Kamp itu didirikan pada 1980-an ketika Saddam Hussein yang sekarang telah dieksekusi berkuasa dan dalam keadaan perang dengan Iran sebagai markas untuk beroperasi menghadapi pemerintah Iran.

Mujahidin Rakyat mengatakan dalam satu pernyataan bahwa polisi Irak telah melancarkan serangan di Ashraf dengan menembakkan "gas lada".

Beberapa kendaraan polisi menghancurkan pagar dan tembok samping sementara para pejabat polisi yang berjalan kaki memaksakan jalan mereka ke kamp itu, kata Mujahidin.

"Perlawanan Iran menganggap tanggungjawab pasukan AS untuk melindungi warga Ashraf dan minta pada sekjen PBB dan organisasi hak asasi manusia untuk campurtangan dengan segera guna menghentikan serangan oleh pasukan Irak itu."

Seorang jurubicara militer Irak di Diyala mengatakan dua batalion dari 400 tentara masing-masing mengambil bagian dalam operasi Selasa, yang diperintahkan oleh kantor PM Irak Nuri al-Maliki.

Sebanyak 200 polisi anti-kerusuhan dari Diyala kemudian bergabung dengan operasi itu.

Kamp itu dilucuti senjatanya oleh pasukan AS setelah serangan di Irak 2003 yang menjatuhkan Saddam dan tentara AS mengepungnya hingga pasukan Irak mengambilalih tanggungjawab awal tahun ini.

Mujahidin mengatakan sebelumnya bahwa kelompok itu siap untuk kembali ke Iran, dengan beberapa syarat.

Pemimpin kelompok itu Maryam Rajavi mengatakan dalam satu pernyataan, pemerintah Iran harus berjanji "tidak akan menangkap, menyiksa, mengusut atau membatasi kebebasan berekspresi" warga Kamp Ashraf yang ingin kembali ke Iran.

Mujahidin, yang berusaha untuk meggulingkan rezim Islam Iran, dicap sebagai organisasi teroris oleh AS, sementara Uni Eropa baru mengeluarkannya dari daftar hitamnya awal tahun ini.

Kelompok itu didirikan pada 1965 sebagai oposisi terhadap shah, tapi disampingi oleh rezim ulama Islam yang memegang tampuk kekuasaan melalui revolusi Islam 1979.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009