Herat, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Serangan-serangan di Afghanistan pada Jumat menewaskan empat prajurit dan 13 warga sipil dengan luka-luka bakar yang parah, sementara seorang prajurit asing tewas setelah diberondong tembakan oleh gerilyawan, kata pihak berwenang.

Polisi juga mengumumkan bahwa bentrokan tengah malam selama beberapa jam menewaskan 11 militan dan satu polisi, dalam gelombang kekerasan terakhir yang membayang-bayangi pemilihan umum yang akan diadakan pada 20 Agustus.

Dalam satu insiden, militan menyerang konvoi kendaraan yang mengangkut bahan bakar NATO yang dikawal oleh aparat-aparat keamanan swasta ketika mereka melewati provinsi wilayah barat, Farah, kata Gubernur Roohullah Amin kepada AFP.

Salah satu truk bahan bakar rusak dan penduduk setempat segera mengumpulkan bahan bakar yang mengalir keluar ketika gerilyawan menembakkan sebuah roket ke kendaraan itu, yang menimbulkan kebakaran besar, kata pejabat itu.

Sebanyak 13 warga sipil cedera serius, katanya. Seorang pejabat rumah sakit mengatakan, 11 orang menderita luka-luka bakar dengan tingkat 95 persen dalam insiden itu, yang terjadi di distrik Bala Buluk, dan diperkirakan tidak akan selamat.

Di distrik yang sama, sebuah bom meledakkan kendaraan militer Afghanistan, menewaskan empat prajurit, kata gubernur itu.

Orang-orang itu, dan tiga orang lain yang terluka, berada dalam konvoi yang mengangkut logistik untuk pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada Agustus.

Polisi melaporkan sebelumnya bahwa gerilyawan menyerang konvoi lain NATO yang dikawal aparat keaman swasta di provinsi berdekatan Herat pada Kamis, menyulut tembak-menembak hingga Jumat pagi.

"Kami mengirim pasukan kepolisian untuk membantu para pengawal USPI dan mereka mengepung Taliban," kata kepala kepolisian provinsi itu Asmatullah Alizai.

"Sebelas Taliban dan satu polisi tewas," katanya.

Satu prajurit asing juga tewas setelah terluka dalam serangan di Afghanistan selatan pada Kamis, kata Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO.

Serangan-serangan Taliban meningkat dalam beberapa tahun ini dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilu Agustus itu.

Terdapat sekitar 90.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh di antaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional akan bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemberontakan meningkat dalam beberapa pekan terakhir ini, yang menambah kekhawatiran mengenai keamanan dalam pemilihan presiden Afghanistan yang kedua itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009