Palangkaraya (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Teras Narang mengaku galau lantaran tiga proyek besar yang diharapkan mampu mensejahterakan rakyatnya kini terbengkalai.

Ketiga pryek besar tersebut satunya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 60 kali dua megawatt (MW) di Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis), katanya ketika perayaan empat tahun kepemimpinannya di Palangkaraya, Selasa malam.

Dalam perayaan empat tahun kemepimpinan Gubernur Kalteng Teras Narang, dan Wakil Gubernur Kalteng HM Diran dihadiri seluruh unsur muspida Kalteng, DPRD Kalteng, pengusaha, tokoh masyarakat, dan berbagai kalangan.

Menurut Teras Narang pembangunan PLTU dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Kalteng itu, tak kunjung terealisasi, padahal janji pemerintah terwujud paling lambat 2010, tetapi hingga ini tak ada tanda-tanda dimulai pekerjaanya.

Kemudian proyek besar lainnya adalah proyek Pembukaan Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare untuk pertanian, yang mencakup wilayah Kabupaten Kapuas, Kabuputen Pulang Pisau, Kabupaten Barito Selatan, serta wilayah Kota Palangkraya.

"Proyek ini telah terbukti merusak 1,4 hektare lahan gambut, dan kalau tidak direhabilitasi, akan menjadi tragedi besar bagi masyarakat Kalteng," tuturnya.

Ia bertekad PLG harus direhabilitasi agar lahan yang sudah terbuka itu benar-benar memberikan kesejahteraan rakyatnya.

Tetapi yang paling ditunggu dan diharapkan oleh masyarakat Kalteng adalah penyelasaian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang hingga kini belum terwujud.

Sebab dengan belum adanya RTRWP maka sulit untuk membangun wilayah Kalteng, karena semua wilayah Kalteng ini statusnya adalah hutan, dikala ingin mengalihkan fungsi untuk kebutuhan lain selalu terganjal aturan dengan Departemen Kehutanan.

"Terus terang saja, hampir seratus persen wilayah Kalteng bersatus wilayah hutan," tuturnya.

Kalau semua wilayah bersatus hutan, dan belum dialihfungsikan sesuai tata ruang sebagaimana aturan, lalu bagaimana Kalteng ingin membangun wilayah ini.

Ia mengakui persoalan RTRWP ini sudah cukup lama menggantung sejak tahun 1982.

Guna mengatasi persoalan lahan tersebut maka dibuatlah Perda No 8 tahun 2003, sehingga Kalteng bisa memanfaatkan lahan tersebut, tetapi Perda dinilai kalah dengan aturan yang lebih tinggi.

Sehingga suatu ketika Kalteng ingin memanfaatkan lahan, umpamanya saja untuk perkebunan atau industri, maka pemerintah pusat bisa menegurnya, lantaran belum ada alih fungsi hutan untuk kepentingan lain.

Melihat kenyataan tersebut, seharusnya pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan dan pihak Dewan Perwakilan Daerah (DPR) RI segeranya membahas kemudian mensahkan RTRWP ini, agar Kalteng bisa membangun wilayah ini.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009