Jayapura (ANTARA News) - Pihak Manajemen maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines (MNA) bersama tokoh-tokoh adat di Pegunungan Bintang Papua, Rabu (5/8), telah melakukan ritual adat, bersama masyarakat sekitar lokasi jatuhnya pesawat.

"Karena daerah jatuhnya pesawat selalu tertutup kabut sehingga mengganggu evakuasi, ada usulan dari tokoh masyarakat di sana untuk melakukan ritual adat, dan sudah dilakukan," kata Direktur utama MNA, Bambang Bhakti kepada ANTARA News, Kamis.

Ia menjelaskan, soal tata cara ritual adat sendiri, dirinya tidak mengetahui secara persis prosesnya. "Yang jelas ritual adat itu sudah kami lakukan," ujarnya.

Ia menambahkan, pihak MNA akan bertanggungjawab hingga proses penguburan terhadap para korban pesawat naas. "Selain itu kita akan ada santunan bagi keluarga dan ahli waris korban," terang Bambang.

Sebelumnya komisaris utama MNA, yang juga sekretaris Menteri Negara BUMN, Muhamad Said Didu, yang sempat melakukan penerbangan guna melihat langsung lokasi jatuhnya pesawat, mengatakan cuaca di daerah tersebut memang sangat ekstrim.

"Daerah sekitar lokasi jatuhnya pesawat tampak cerah, tapi persis di daerah lokasi kejadian sedang hujan dan tertutup kabut. Cuaca Papua memang sangat ekstrem dan berubah-ubah," kata Muhamad Said.

Pesawat Twin Otter milik maskapai MNA, jatuh pada Minggu (2/8) dalam penerbangan dari bandara Sentani, Jayapura menuju Oksibil, kabupaten Pegunungan Bintang.

Setelah dilakukan pencarian oleh tim, pada Selasa (4/8), sekitar pukul 06:30, lokasi jatuhnya pesawat ditemukan pertama kali oleh pilot Erch Douglas yang menggunakan pesawat berbadan kecil milik misi Katolik, Associated Mission Aviation (AMA) di wilayah Abmisibil, sekitar 3 mile arah Oksibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.

Seperti keterangan Koordinator SAR Jayapura, Kolonel (Pnb) Suwandi Mihardja yang juga Komandan Pangkalan Udara Jayapura, Kamis (6/8) pagi tadi. Saat ini tim SAR yang yang berupaya mengevakuasi pesawat dan korban Twin Otter Merpati telah berada di lokasi jatuhnya pesawat naas.  (*)

Pewarta: bwahy
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009