Jakarta (ANTARA News) - Rencana pemindahan sejumlah ekor satwa langka komodo dari habitatnya di Pulau Flores ke Taman Safari Indonesia Gianyar, Bali, diperbolehkan undang-undang karena merupakan upaya konservasi untuk melindungi binatang endemik itu dari ancaman kepunahan.

"Penurunan populasi komodo yang terus-menerus di habitat alamnya, memerlukan penguatan strategi konservasi eks-situ," kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Darori, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, strategi konservasi itu dapat dilakukan melalui program breeding di lembaga konservasi dengan kontrol yang ketat melalui penetapan "studbook keeper" nasional.

Hal itu sudah sesuai dan diperbolehkan UU nomor 5 tahun 1990 tenang konservasi alam. Pemindahan satwa komodo juga didukung oleh Menteri Kehutanan dengan SK.385/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009, memberikan izin menangkap komodo 5 pasang untuk kepentingan pemurnian genetik dari wilayah kerja Balai Besar KSDA NTT.

Menurut dia, konservasi eks-situ tersebut (rencananya di Bali) dilaksanakan untuk menambah populasi di alam yang dilakukan secara paralel dengan upaya rehabilitasi habitatnya di alam.

"Selama ini program bantuan kerja sama yang ada di Taman Nasional Komodo dan habitat lainnya di luar itu terbatas pada inventarisasi dan monitoring komodo," katanya.

Jadi, belum mengarah pada peningkatan populasi mangsa dan rehabilitasi habitatnya.

Berdasarkan hasil survei Ditjen PHKA pada 1991, jumlah komodo di luar TN Komodo (Cagar Alam Wae Wuul) sebanyak 66 ekor.

Pada 2000 dilakukan survei oleh Balai KSDA NTT II bekerja sama dengan Ciofi dan De Broer, jumlah komodo yang tertangkap di CA Wae Wuul hanya 19 ekor.

Sementara hasil survei Balai Besar KSDA NTT dan Komodo Survival Program (KSP), pada 2008 hanya ditemukan 10 kali perjumpaan di 6 titik penempatan umpan gantung dari 16 lokasi tempat pengumpanan di CA Wae Wuul. Sedangkan hasil survei antara 22 Juni -19 Juli 2009 hanya terpantau 17 ekor komodo.

"Penurunan populasi komodo di CA Wae Wuul yang hampir 10 kali dalam kurun waktu 10 tahun tersebut disebabkan oleh beberapa hal," katanya.

Faktor penyebab di antaranya potensi populasi mangsa komodo yaitu rusa terus menurun, adanya perburuan liar, kebakaran hutan, sifat komodo yang kanibal, dan adanya konflik komodo dengan manusia.

Darori meminta semua elemen masyarakat berpikir rasional dan realistis terhadap permasalahan satwa komodo di alam.

"Dengan dilakukannya `captive breeding` terhadap komodo, diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama anak-anak komodo dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya di NTT dengan jumlah yang lebih banyak," katanya.(*)

Pewarta: luki
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009