Mamuju (ANTARA News) - Ketua Komisi IV DPR RI, HM Syarfi Hutahuruk dalam kingjungannya di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menyampaikan bahwa saat ini aksi pencuri ikan yang dilakukan oleh nelayan asing berbuntut pada kerugian negara Rp30 triliun per tahun.

"Sebanyak Rp30 triliun kerugian negara akibat pencurian ikan dan sumber alam perikanan lainnya yang dirampok secara ilegal. Bahkan kerusakan terumbu karang saat ini sudah mencapai 70 persen akibat aksi pemboman ikan dan alat penangkap ikan lainnya di tengah laut yang merusak habitat tempat berkembang biak ikan," kata Syarfi di Mamuju, Kamis.

Menurut dia, perampok ikan yang kerap masuk secara ilegal di perairan Indonesia adalah nelayan dari Thailand, Filipina dan beberapa negara lainnya.

"Perampok ikan yang beraktivitas di perairan kita sering dilakukan para nelayan asing dari Thailand dan Filipina yang sudah di luar ambang batas," ungkap Syafri yang juga salah satu politisi dari Partai Golkar tersebut.

Ia menandaskan, berdasarkan informasi yang dihimpunya bahwa selain aksi mencuri ikan, nelayan asing ilegal membuat kerusakan hutan bakau (mangrove) di pesisir pantai di Indonesia termasuk kawasan pesisir pantai Selat Makassar.

Dikatakannya, jika hal ini terus berlangsung akan menimbulkan abrasi di sepanjang pantai yang berisiko tinggi bagi masyarakat itu sendiri yang tinggal di kawasan tersebut, seperti berkurangnya ekosistem di laut dan ancaman mudah diterjang tsunami.

"Dengan demikian masalah ini harus segera dicegah sesegera mungkin demi keselamatan jiwa manusia," tegasnya.

Dia juga mengungkapkan, seiring dengan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara bertanggungjawab dan berkesinambungan sesuai dengan UU Perikanan Nomor 31 Tahun 204 pasal 67 bahwa masyarakat dapat diikutsertakan dalam membantu pengawasan perikanan.

"Saya harap semua pihak termasuk nelayan di Sulbar agar melakukan pengawasan dan melaporkan ke petugas apabila menemukan perampok ikan yang berkeliaran di perairan kita, " kata Hutahuruk. (*)

Pewarta: handr
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009