London (ANTARA News/AFP) - Harga minyak jatuh di bawah 69 dolar AS pada Selasa waktu setempat, karena meningkatnya pasokan, penguatan dolar dan melemahnya ekuitas membantu membalikkan "rally" awal yang dipicu oleh rekor impor minyak mentah di konsumen energi utama China.

Kontrak berjangka utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk penyerahan September, jatuh ke posisi terendah 68,71 dolar AS per barel. Harga terakhir berdiri pada 69,23 dolar AS, turun 1,37 dolar AS dari harga penutupan Senin.

Minyak mentah Brent North Sea London, untuk pengiriman September turun 1,07 dolar AS menjadi 72,43 dolar AS per barel di perdagangan sore.

"Pasokan (minyak) relatif melimpah terhadap permintaan jangka pendek," kata Peter Donovan, wakil presiden Vantage Trading, yang dikutip oleh Dow Jones Newswires.

Sementara pasar saham Eropa turun tajam pada Selasa karena investor menunggu hasil dari pertemuan Federal Reserve AS dengan saham London kehilangan 1,08 persen dan Frankfurt jatuh 2,44 persen.

Wall Street juga meluncur turun pada Selasa karena investor menunggu keputusan kebijakan moneter terbaru dari Fed dan panduan pada prospek untuk pemulihan dari resesi.

Pada awal perdagangan pagi minyak di sini, Brent London telah melonjak ke posisi tertinggi 74,20 dolar AS per barel.

"Harga pada pagi ini mendapat dukungan dari beberapa bullish (bergairah) data perdagangan awal China yang menunjukkan impor minyak mentah mencapai rekor tertinggi 4,635 juta barel per hari (mbpd)," kata analis Barclays Capital dalam catatan kepada kliennya.

Mereka menambahkan bahwa impor China jauh lebih tinggi daripada rekor puncak sebelumnya puncak 4,085 mbpd yang tercatat pada Maret 2008. China adalah negara konsumen energi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Pekan lalu, minyak telah mencapai posisi tertinggi 10 bulan pada 76 dolar AS di London, dibantu oleh tanda-tanda positif dari pemulihan ekonomi global.

"Peningkatan tanda-tanda menunjukkan sebuah potensi untuk berbalik naik (rebound) dalam permintaan yang akan mendukung harga komoditas," analis Barclays Capital menambahkan.

"Namun, pada saat yang sama, ada sebuah perkembangan opini dalam jajak pendapat bahwa China mungkin berbalik ke dalam sebuah faktor bearish dalam paruh kedua 2009.

"Ketua di antara keprihatinan adalah sebuah kemungkinan kebijakan pengetatan moneter di China, bukti bahwa pemerintah pusat telah mencairkan sepenuhnya rencana pengeluaran investasi untuk tahun penuh, dan spekulasi stok."

Minyak jatuh pada Senin di tengah kekhawatiran penguatan mata uang AS, yang membuat minyak yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lemah. Sebaliknya, yang cenderung mengurangi permintaan.

Pada Selasa, sentimen pasar sebagian terdorong setelah OPEC memancangkan proyeksinya "rebound" untuk permintaan energi tahun depan.

Permintaan minyak dunia akan menurun sedikit pada 2009, tetapi mulai tumbuh lagi tahun berikutnya, kartel produsen minyak OPEC sebelumnya mengatakan pada Selasa dalam laporan bulanannya, mempertahankan proyeksi sebelumnya.

"Proyeksi untuk pertumbuhan permintaan minyak dunia pada tahun 2009 tetap tidak berubah, menunjukkan penurunan 1,6 juta barel per hari (BPD)," atau 1,93 persen menjadi 83,91 juta BPD, kata Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Pada tahun 2010, kecenderungan ini diperkirakan berbalik, dengan permintaan tumbuh 0,5 juta BPD, atau 0,59 persen, seperti yang sudah diprediksiOPEC dalam laporan Juli.

Harga minyak telah mencapai rekor tertinggi dalam sejarah di atas 147 dolar AS per barel pada Juli tahun lalu. Tetapi jatuh terjerambab menjadi 30 dolar AS pada Desember, setelah krisis ekonomi dan keuangan global merusak permintaan minyak.

Harga minyak telah merangkan naik kembali, sebagian didorong oleh harapan rebound awal untuk perekonomian dunia.(*)

Pewarta: handr
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009