Kuala Lumpur (ANTARA News) - Indonesia dinilai belum siap untuk memiliki "branding image" pariwisata seperti halnya Malaysia dengan Truly Asia, Thailand dengan Amazing, ataupun Singapura dengan Uniquely-nya.

"Kita belum siap untuk memiliki `branding image` karena hal itu bukan merupakan hal yang mudah," kata Managing Director Bloomingdale Worldwide Partners, Mudi Astuti, di Kuala Lumpur, Sabtu.

Direktur perusahaan yang merupakan "communication partner" Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia di Malaysia itu mengatakan, "branding image" membutuhkan komitmen yang rapi bagi seluruh pemangku kepentingan dan elemen masyarakat hingga lapis terbawah.

Sebuah "branding image", katanya, memiliki nilai historikal yang kuat, penuh fisofofi, dan mencerminkan jati diri bangsa.

"Kita bisa lihat Malaysia dengan `brand` Truly Asia mampu menggaungkan brandingnya dalam warna yang berbeda-beda sesuai dengan masa dan zamannya," katanya.

Malaysia dengan Truly Asia-nya mampu menjadikan negaranya dikenal mendunia. Bahkan orang dengan mudah menghafal "jingle"-nya.

"Brand" itu pun telah memenangkan lebih dari 25 "international creative and marketing effectiveness awards", termasuk pemenang pada "Asia`s Best Long-Term Marketing and Branding Campaign in Media Magazine`s Asian Marketing Effectiveness Awards" yang dilangsungkan di Macau pada 2008.

Sedangkan Indonesia, menghadapi kenyataan dan fakta persoalan yang pelik yang sampai saat ini belum terselesaikan dalam dunia pariwisata.

"Indonesia menghadapi persoalan seringnya gonta-ganti pemimpin pembuat kebijakan yang menyebabkan gonta-ganti kebijakan," katanya.

Hal itulah yang membuat Indonesia terkesan "mencla-mencle" dengan "branding image" yang pernah dibuat. Indonesia pernah mengubah "brand" destinasinya sampai kemudian saat ini menggunakan "Ultimate in Diversity". Sayangnya belum begitu banyak yang mengetahui "brand" tersebut bahkan hingga masyarakatnya sendiri.

"Ini masalah komitmen, sudahlah. Nanti saja dulu, intinya kita belum siap. Kita benahi dulu, kalau sudah `settle` baru kita buat," katanya.

Ia menambahkan, Indonesia terbentur pada persoalan pelik berupa kusutnya rantai "marketing channeling" dunia pariwisata.

Hal itulah yang membuat sektor pariwisata di tanah air sulit berkembang. Menurut Mudi, membenahi marketing channeling jauh lebih mendesak daripada sekadar membuat branding yang perlu komitmen luar biasa.(*)

Pewarta: handr
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009